Friday, December 28, 2007

Pada Sore Hari


semangkuk senja dingin

diseruput angin


Yogya, 27 Des 2007

Thursday, December 27, 2007

Ku


kukidungkan namamu pada nada hujan

jatuh pelan di dasar malam kelahiran
tatkala bintang samudra
bercahaya terang
bagi kita

kugenggam janjimu erat-erat
biar kokoh tegapku melangkah
tanpa pernah patah
sepanjang ingatan
perjalanan

kuhembus gelisah jauh sejauhnya
lampaui sejarah yang sudah
buat menghirup segar jiwamu
mengisi hampa dada hariku
selalu

Ursa Minor : Dongeng Langit Sendiri


: mata benak


aku menumpang gelap malam dari terminal langit utara.

di galaksi pikiran ini bintang-bintang seperti air dingin
kelam
yang menelan harapan redup diam-diam

sayap naga, ekor anjing, gayung besar
nama-nama yang gemetar bagi khayal lidah.
yang kutuju matahari mimpi.
ruang jagat sebesar ini ia tak mampu ditandingi.

telah kulalui equinox musim gugur sampai musim semi
menunggu waktu mencuri cahyanya
setangkup saja tanganku,
untuk
hangatkan nyawa beku kesedihanku.

namun beruang kecil itu menghalang jalan.
"selamat datang saudari" katanya,
"anak Atlas yang hilang telah kembali".

aku menjelma kuning terang,
lebih terang dari cahya matahari yang ingin
kucuri
tapi tapi ....
dan aku tak pernah kembali


Yogya, 21 September 2007

HAKOS


tapi aku ingat


kau kecup keningku

di tengah hujan lebat

dan kabut tebal di atas perbukitan

sekitar gua

setelah sebelumnya

kau bungkus hangat gemetarku

setelah sebelumnya

kudekap kau berkilo-kilometer

setelah sebelumnya

kita duduk di kursi kayu

menyanyikan kota kecil Betlehem

lalu menyalakan lima lilin

permohonanmu

permohonanku

permohonan kita



Des 2007

Monday, December 24, 2007

Selalu

waktu kau memelukku sampai
tak mampu bernafas ku
tahu
kamu cinta padaku

Bukan Lilin Tapi Bunga


Suara tanpa batas. Armageddon, Apocalypse, pengasingan segala dystopian imagery. Aku takut ke happy land itu. Sungguh berharap kita tak perlu pergi. Aku takut bertemu ketakutanku. Dia selalu panik akut. Kita menunggu tak tik tak tik tak tik. Percuma. Natal sudah tiba. Sebentar lagi tahun baru. Jeanne, aku tak sanggup meresponmu. Bacaanmu terlalu umum. Mata birumu terlalu sulit diterka. Mungkin aslinya hijau, mungkin abu-abu, mungkin tanpa warna. Tapi kupercaya ramalan baikmu. Crown. Relax Face. Lion. Baiklah aku menyerah. Seusai menyambut sang juru selamat tiba kita akan minum bersama. Kulihat tato flame baru di kakinya. Aih, tulang yang rawan. One way or another babe, kita melaju. I'm gonna get ya get ya get ya get ya, one way or another. Tanpa batas, suaramu kubawa ke perbukitan di atas gua kerep. Melarung doa dan beroleh-oleh lega, sepulangnya.

Wednesday, December 19, 2007

Why is it so hard


to not weep under the heavy rain
of a lost heart

to escape from this buried reverie

to fly away from yesterday


to gather the broken pieces
of my shattered forces

to exhale this longing for you

Tetapi Hati


di kamar itu bulan berwarna ungu

sedang kecemasan adalah hawa dindingnya

matahari, langit, dan bintang terabaikan dalam lemari baru

coklat tua, penuh sejarah cinta waktu dibelinya

ia terisak

cermin diam

dan gambar anjing yang tersenyum menatapnya

tanpa teman bicara

disusurinya gelombang elektronik

mengambang sendiri sampai eternit

dikumpulkannya kewarasan

dipakaikannya sandal dan baju hangat

ditinggalkannya cahaya ungu remang

berjalan sendirian mengaduk malam

air matanya berguguran



Satu jam, 18 Des 07

Tuesday, December 18, 2007

YHVH


merangkak di garis bibirnya waktu

detuk detak detuk detik detuk

angan memohon, harap memanjat
ingin memenuh, pasti menetap

pinta selalu ditepati
meski menanti

tentang semua ini

pada simpuh kutemu

kau

senantiasa ada
buatku

kasihku terima

kau


Yog, 18 Des 07

Jazzy Town


kota kecil yang romantik terbelai hujan rintik
ahhh dan rinai musiknya
jadi jeda bagi semua yang serba terburuburu

sandarkan bahu
pesan segelas kopi susu

biarkan jazz hadirkan rileks
bagi otot yang kakukaku

kaki dibentang
mata dipejam

wajahwajah menyenangkan
seperti berdatangan

mainkan terus saxophonemu
sampai lelap segala penatku


8 Feb 2007

Kantin Masih Tutup


*semangkuk ketupat

cuilan kerupuk
sarapan pagi*

tangan berusia duapuluhan, mengupas mangga
mulai bercerita

aku bungsu dari tujuh bersaudara, paparnya.
kakakku malaikat tua, kakakku yang satunya lagi
manusia sepertigapuluh dewa, kakakku yang satunya lagi
peri kawin muda, kakakku yang beberapa lagi
burung pipit kembar di udara, kakakku pas di atasku
seumurmu. ya, persisi sepertimu
yang mengunyah sambil nyanyi
lalu remah-remah di bajumu kau tiup
lalu ada tinkerbell sibuk mencatat
ingin-inginmu

juicer menjerit
kuning oranye dingin

dulu kerjaku merawat rumah sakit. mulai dari ngepel kamar mayat sampai membopong orang-orang yang dibawa ke ruang gawat darurat. pekerjaanku serabutan, tapi sangat menyenangkan, di dalam hati tentu saja. kadang-kadang aku juga bicara pada anak panti asuhan yang sakit diantar biarawati. biasanya mereka sangat pendiam, tapi aku tahu rahasia bahwa selalu ada sepasang sayap kecil di balik bajunya, dan mata malu-malunya yang kuyakin adalah lentera dari surga. sekarang tiap kali bertemu kemenakanku, aku langsung ingat mereka, kanak-kanak panti asuhan itu. tapi aku belum pernah mengunjungi tempat tinggal mereka.

jendela-jendela dibuka, ia mengambil tongkat pel,
melanjutkan bicara

pada malam yang sepi sekali, aku suka ketakutan dikeroyok mimpi. aku tak punya tinkerbell seperti kamu. aku punya nyamuk yang selalu berdenging dan tau-tau sudah menusuk-nusuk kulitku. aku selalu tak sabar menunggu pagi, mendengarkan puisi hari. membiarkan sayap-sayapku tumbuh lagi.

*batuk. leher seperti digaruk
sarapannya kenyang
tapi energi ini hilang*


December 2007

Monday, December 17, 2007

Iesu, Aku Mengadu


bajawa tinggal rencana


hangat kamar nainawa
uap mulut kala bicara
kabut yang dinginkan rindu
jaket tebal dan kain panas

aura alea barangkali sudah menjejak tanah
sementara salsa mulai kenal matematika

juga bapa ose dalam tidur lelapnya
berapa lama sudah tak kubelai porselin biru muda
petak-petak yang perlahan rekah dari reba ke reba

iesu,
aku mengadu
biar sungai-sungai beku galauku
mengalir lah
menumpah kelu


Yogya, 17 Des 2007

Dari Tanah Merah Muda


musim panas.
dedaunan melayang layang di hembus angin tenggara.
wajahmu tengadah, membalas ciuman harum sinar matahari pada bibirmu ranum.
nyanyi merdu, seperti ratusan kupu kupu berpencar jelajahi puspa sukma yang tumbuh dari tanah merah muda.

mana sayap yang katamu kokoh dulu?
mau kubelai dengan gemetarku. menyimpan rasanya di ingatan
lalu terbang ke musim musim yang terkubur dalam kenanganku akan indahmu.

*tolong, temani aku duduk bersama ketakutanku*


Yogya, 5 September 2007

Friday, December 14, 2007

Cemburu Sendu


kalau bukan karena kematian, robekan pita-pita rambutku belia,

kurasa baris yang kau toreh di keningku adalah yang kutapaki,
saat ini.


tapi tak kutangisi. karena kudapatkan yang kusyukuri. yang sudah terbaik di atas ambang harap. sebab aku tak bisa minta. sebab tak ada kepada siapa.

tadi aransemenmu memberiku sendu. keluhmu jadi ingatan mimpiku. tuts-tuts itu not-not itu doa-doa itu sahabat lahir jari-jari komposisi rinduku.

tergantung aku di nada-nada yang kau tahan setengah ketuk
lalu jatuh cemburuku padamu juga harmoni kepasrahan lagumu
gadis pianoku


Yogya, 14 Des 2007

Thursday, December 13, 2007

Mimesis


sayang,
petanimu bukan dostoyevsky.
ia hanya seorang ibu malang yang tak
tersentuh goresan gorki.
ia mabuk vodka saat kafka menghadangnya lantas
mengira ia seekor kecoa. aroma miskinnya membuat
marques berlari memilih mengurung diri
selama seratus tahun yang sunyi.

andai namanya sophie, tongkat harry potter barangkali
mudah menyihirnya menjadi siddharta.
avarakedavra!
di lautan dusta ini,
kebaikan cuma punya tempat sempit
meski wajahnya sepolos oliver twist.

sayang,
petanimu tak ubahnya lukisan usang di
executive lounge pelabuhan udara negeri kita.
orangorang datang dan pergi
tak peduli mereka berjalan di kanan atau di kiri.
ia bodoh, tak setenar van gogh.
jangankan kundera,
ia bahkan lupa apa artinya gelak tawa.

sayang,
tidakkah hidup penuh kutipan di sana sini?
mari kita tangisi petanimu
seperti para pemain di sinetron televisi.



Yogya, 23 Nov 2006

Who Says What To Whom?


hujan deras. angin basah menuju basement disambut dua pria berbatik palsu jawa. sejak tadi problem loading page, cuaca buruk. terlihat dari rautmu yang cemas. sofa-sofa sudah diganti sarungnya. mestinya kau duduk, mengeja L E G A pelan-pelan, bukan jumpalitan di wastafel. menyapa air, kilahmu.


smart brain bukan smart bra. oh please, dengan dua mata membelalak sebesar itu ia pasti terbirit-birit ketakutan oleh sorotmu. bukan seperti terpanah asmara sebab mereka bilang tulisannya sendu, fantastis, memilukan sekaligus aneh. ya, ya, ya. itu yang kumau. itu yang kurasa. sudahkah kau dapat groove nya? aku jauh di bawah sini, di dasar telinga hati: mengaum, melenguh, melolong, mengembik, menyalak, mencoba setengah mati menjabarkan katabunyimakna di terowongan leher.

dadaku macet. perutku melamun. kau semakin narsis di depan cermin kabur itu. ayolah, kita tembus saja. lalu kita lihat apakah kata-kata kita terbolak-balik di sana. lalu kita berpandangan. lalu kita difoto. menjadi cover buku How Ungrammatical Can You Get? yang dikutip oleh tatapan terpana chiliastic untuk terus menjaga kesadaran mereka sampai ribuan tahun lamanya. mungkin saja.

Wednesday, December 12, 2007

Not Another Ersatz Lines


: HAKOku



larik-larik dingin beku icicle
ini mulai lumer
by the moment you share
the ballads of satirical despair

fabulous mind,
apakah kamu terbuat dari sendok
lantas mengaduk-aduk rohku?

harum wangi bunga frambozia
semerah bekas kecupanmu di leherku

tubuh embun
segarmu

bergulir bak dadu
di hari putih ungu
menggelinding jatuh
pada tumit waktu

"however far away
I will always love you"

tapi aku sekarat kalau jauh darimu
penyembuhku


Yogya, Des 2007

Lidah! Lidah!


menyeberang kita ke negara lidah desis

aku cukup mampu menangkap bunyi
melempar kembali arti
tapi kau luar biasa
bicara bagai benar-benar
lahir dari rahim mereka

nyaris sempurna

padahal kutau
asalmu dari
desa lidah lambreta

dan lebih mencengangkan
waktu bertemu orang
dari negeri lidah melelet,
lidah keriting dan lidah jenjang
dengan lihai kau untai
maksud-maksudmu
begitu piawai

aku pulang lebih dulu ke kota lidah rusak
tempat kita memintal nyawa
kudengarkan orang-orang lidah tebal
selalu salah paham penyampaian orang lidah angin
yang hanya tetangga sedaratan
yang hanya beberapa jam jaraknya dari
tempat liur mereka menggenang di got-got
sepanjang kota

kutunggu pulangmu
setiap hari lewati halamanmu
kubayangkan lidahmu
mengulum permen kata
di negara lidah berantah
sesekali meludah serapah


12 Des 2007

Tuesday, December 11, 2007

But She Will Be Loved


ia meraung dalam

mencakar batu cadas
di dinding jiwanya sendiri

bahagia adalah keputusan
untuk akhiri gelisah dan
puas pada keadaan

tak pernah paham peta dunia
fantasinya terus mengembara
tersesat berkali-kali di jalan kata
yang ia rintis tanpa rencana

mata-mata cemooh seperti
selalu saja ikutinya
meski tahu ia
pengagumnya
terserak banyak di balik
tatap bisu
bagai duri malu

ia melolong semakin jauh di kediriannya


Desember 2007

Friday, December 7, 2007

Aaaarghhh


ini lamun sesengguk jalan panjang

tempat sejoli mesra berpeluk di tengah perempatan
tak bosannya menukar kata selip-menyelip
sedikit jumawa kita di sengal-sengalnya
tapi sungguh bagai teluh kau buka dirimu ntuk yang lain
kenapa belum ada yang tau pongah itu ketakutan bahwa
didalammu ada tak seimbang dan oh teramat kusayangkan

terbanglah jauh biar aku angin tiupmu dari batin
canduku tentangmu sama persis kebiasaan
sebentar-sebentar gigiti kuku, duhai misteri waktu

kejang kaku erangan dalam rohmu bila tatap beradu
nah pesonalah kesimamu

datangkan badai, taburkan isi genggammu
supaya berlalu beradu memagut kalbu beku
kelu merajalela sentuhnya panaskan hangatkan
bakar sampai tuntas ke dasar alas gairah yang kandas


tak puas-puas ...


Thursday, December 6, 2007

Monolog Pagi


aku bibir sendiri
menggigil di awal hari


Yogya, 4 Juli 2007

Wednesday, December 5, 2007

Ketika


ia tak punya kuas atau cat atau kanvas atau warna
untuk melukis isi hatinya
ia terduduk saja di ujung kamar, menekuk lutut
tersandera penjara sesak yang tak terlihat bentuknya

* tembok-tembok dingin kaku tak bisa memeluk *

ia menggigit bibir, meremas kedua lengan
mengerang dalam, jauh ke dalam dirinya
ia tak mampu mengumpulkan huruf,
menyusunnya menjadi doa
ia merasa hina

* airmata teramat kikir tak mau hadir *

ia mendengus, mendesah,
menarik nafas panjang, membuangnya
jiwanya pergi entah kemana
tinggal ia dan rasa yang luka-luka

* waktu terus saja berlalu *


Yogya, 30 Aug 2007

Seperti Apa



seperti apa cinta lelaki pada perempuan?
: tiba tiba saja ia punya kebun bunga dalam hatinya

seperti apa cinta perempuan pada lelaki?
: tiba tiba saja hatinya meluas tanpa batas


Yogya, 17 April 2007

Sebelum Santa


: Kris Kringle



benarkah Sleipnir mampir beristirahat
di ujung cerobong asap rumahku lalu temukan
gula, jerami dan wortel yang sudah kusiapkan
untuk menguatkan kedelapan kaki-kakinya?


aku tak peduli hadiah apa
yang kau berikan padaku

aku hanya ingin
bertemu denganmu


mereka bilang dari singgasanamu kau bisa
melihat segalanya. jika kau memang Odin
sang pemimpin jiwa-jiwa itu,
bolehkah kudengar ceritamu?

karena malam ini seorang anak lelaki tampan
bermahkota emas, memegang pohon cahaya
telah melompat ringan ke jendela mataku
lalu membunyikan tanda kedatangannya
'tinkling!'

aku tak peduli hadiah apa yang kau berikan padaku
aku hanya ingin bertemu denganmu


5 Desember 2007

Tuesday, December 4, 2007

Anak-anak Hari


: sisco


kau di atas pohon mangga
aku di bawah pohon jati tepat di sampingnya

"sudah ketemu layang-layangnya?"

matahari menjawab teriakku
dengan sengatan tepat di mata


*blereng*

gusar aku tak mampu menjangkau
bayang tubuhmu di atas sana

"kresak...gedebuk!"
sebutir mangga dengan jejak gigi kalong
mendarat di tepi kelingking kaki

"oiii, layang-layang yang kuminta,
bukan iniiii....!"

sekuat tenaga kulempar mangga itu
ke arahmu. berharap kena.

ada yang bernyanyi lir-ilir di rumah tetangga.
aku meronta segerah singa di savana.
leher mengejang kaku,

aku duduk lesu, mulai menggerutu.

dengan wajah tanpa penjelasan,
kau turun pelan-pelan.

tanganmu kosong, tak bawa apa-apa.
aku merasa sia-sia.

"layang-layangmu sudah berangkat,
dihantar mangga yang membawa
pesan jengkel luar biasa.
sekarang mungkin sudah tiba

di mega-mega"

kau ngeloyor pergi. aku mulai berpuisi.


Yogya, 4 Desember 2007

Soaked


layar lebar putih berkibar


lolong perempuan dari ruang sebelah
memecah senyap
berhambur ia, punggungnya kerangka sayap
retak-patah gugur perlahan
pada lantai diam

bukan kesedihan
hanya cemas yang melembam
seperti bayang-bayang


lelaki di balik kereta kelinci
susah payah mengulir
larik-larik puitik
dipetiknya satu dua kuntum strophe
dan helai-helai epode pilihan
dilantunkannya dari barat ke timur
timur ke barat
dan gemanya memantul
sesekali keluar alur

lampu meremang redup terang

di depan etalase mereka berciuman
bibir yang basah dan aroma kopi
tertinggal berdesah-desah di lidah
lalu di dalam jas hujan
ada dekap
semakin erat

kaki merapat


Yogya, Desember 2007

Monday, December 3, 2007

Dataran Salisbury, Inggris Selatan


bau sisa jenazah terbakar di antara bebatuan
memaksaku berharap keajaiban
agar Merlin datang
selamatkanku dengan kekuatan gaib celtic
mengubahku jadi bungabunga cantik

aku berangan dapat menarik perhatian
perempuanperempuan desa neolitikhum
untuk datang mencium
lalu memasangku di telinga mereka
mendengarkan mimpimimpinya

sembilan bulan umurku, dibawa
untuk dipersembahkan
sebagai kurban peristiwa besarbesaran
saat matahari terbenam
di pertengahan musim dingin

meski merontaronta aku tetap harus binasa
menetap di lingkaran batu ini selamanya

Stonehenge,
di batubatumu tulangku berada
dan jiwaku terjaga melewati masa demi masa
mengulang kisah yang sama


6 Feb 2007

Boneka Perang - Balon Udara


senyummu boneka perang

manis tapi kejam
hangat penuh ancaman

bergidik aku
di tatapanmu

dendangku balon udara
melayang sesukanya
menyundul mega-mega

tertegun kau
di lambaianku


3 Des 2007

Friday, November 30, 2007

Dua November


sudah padam perapian sejak seribu tahun lalu
Druids sendiri kehabisan kurban bakaran
lantas berkelana ke akhir musim panas
dan kakikakinya terjerat rahasia alam raya

pohon oak berubah jadi kayu lapuk
menua dimakan rayap kenangan
akan hening dua yang hilang dariku
menjeritjerit segala ketakutan sekuatkuatnya
sekuatkuatnya dalam diam
dan gigi yang menggeram

semua dikorbankan
segera setelah engkau memanggil aku
tapi jangan kau tolak jiwa yang
kubersimpuh untukmu demi pengampunan

menunggu aku misteri dari peristiwa cahaya

dentang hati waspada bertalutalu
ketika keabadian meleleh
dari jarumjarum waktu
dua november ya Tuhanku
jiwajiwa di nafas yang tercekat ini
menampar sepi

sepi ...


Yogya, 2 November 2006

Magdala


dua jalan, deret rumah, sinagoga

sejarah yang lelah

entah bau harum dari alabastron
atau denting kinnor
memabukkanku

di atas gunung Arbel
kubelai masa lalu
dengan ragu-ragu


akhir November 2007

Wednesday, November 28, 2007

Ia Menggambar Kota


: sang ilmuwan


Ia menggambar kota di dadaku. Bangunan beragam,
jalan, kemacetan,
tiang-tiang kaku, lampu taman,
sampah, papan reklame dan lorong
bawah tanah.
Aku dimintanya membubuhi udara, bunga, angin

dan burung-burung.


Tanganku gemetar, hanya bisa melukis hujan.
Ia mesti bersabar.
Degupku membungkus kota itu
dalam dingin tak berkesudahan.
Lalu ia memelukku,
dan matahari menyembul dari ujung pelabuhan kota itu.

Menjadi terang, hangat dan terasa aman.


Tatkala ia lelap tertidur di dalam pikiranku,
gambar kotanya mengabur,

terselimuti kabut, nyaris tak berdenyut,
tertelan waktu yang mendengkur.


2 November 2007

Splash!


: black-redwing



ini lautan awan atau darah
bergumpal-gumpal
bergulung-gulung
berbentuk-bentuk
menggemuruh seram jauh

splash!

cipratan itu menjelma bayang-bayang
sosok tak tergambarkan, wujud tak terkatakan
dan apa di sana ada semacam tumpah cahaya
mata yang membuka perlahan, silau terang,
dari kelopak yang segelap malam

splash!

langsung terjebak
di gelora lukisanmu
meski usai terpejam
guruhnya tetap tinggal
di genderang telinga pikiranku


Yogya, pagi 28 Nov 2007

Tuesday, November 27, 2007

Belum Waktunya



tolong jangan sekarang

jarum-jarum cemas itu menikam nadi
pintu yang tertutup
dan pertanyaan-pertanyaan

di trotoar kepasrahan telah digelar
serupa layar tancap disaksikan
mata mereka seperbukitan

ada yang tidak nyaman
di ranjang malam


Yogya, Nov 2007

Monday, November 26, 2007

L'Immortalite

1.
gerimis di kepalaku
ketika malam datang
menggerayangi kulit yang

kesepian, mabuk
juga kuyup selayak ikan
di dalam kolam
angan-angan

2.
seperti tanaman
gelora itu tumbuh
segar tersiram atau bergetar
cemburu pada angin yang datang
dan berlalu

padahal kukalahkan
semuanya
hanya untukmu
kastil kokohku

bagaimana menguraikan
gemuruh dadamu dengan telapak tanganku?

3.
jendela dibuka
sebentuk teluk, beberapa perahu kecil
celoteh camar
dan langit yang biru muda

seperti pengantin wanita
linang air mata di pipinya
matahari terbit di jantungnya
udara gairah di dekap lelakinya

apakah kita sedang bermimpi
sayangku?

4.
daun-daun berguguran
di halaman gereja

mau hujan

kubuat tanda salib
ketika kau berbisik

aku sangat mencintaimu

5.
di bawah naungan bulu mata panjang itu
terdapat janji

diuntai rapi oleh bibir kenyal
yang membentuk huruf kata
bernama doa

setiap hari didaraskannya


Yogya, November 2007

Friday, November 23, 2007

Sampai Suatu Ketika

sampai suatu ketika
ia temukan kebijaksanaannya
berdiam sederhana di balik luka luka


sampai suatu ketika
ia bersemi di atas telaga jiwa
jingga keperakan senyumnya


sampai suatu ketika
ia nyatakan cinta
dengan perbuatan sesungguhnya


Yogya 4 April 2007


Mereka Yang Mencinta

: mango


akhirnya ia memilih pulang
kecewanya bercampur lelah geram
cemburu


you know I love you so


ia biarkan matahari menyengat kulit manisnya
meski pernah ia terbakar dan sesudah itu tiada berarti
tapi masih juga peduli


you know I love you so


yang selalu penuh kasih dan perhatian
jika kehilangan, tinggallah ia sesosok jiwa melompong
kosong terabaikan


*rasa percaya adalah kekuatan*


sebelum pelukan itu datang
di langit tak ada bintang
ia menangis sendirian


you know I love you so


Yogya, 23 Nov 2007

Tuesday, November 20, 2007

Pernah


pernah sekali pada suatu siang bersalju,
aku berjalan melawan arah angin yang menderu-deru
aku mencarimu, membawa sendu yang kudekap rapat
dalam jaket tebalku. aku ingin memberikannya padamu,
menangis dalam pelukmu, merasakan usapan hangat di punggungku.


aku terus membayangkanmu, sedang menungguku,
tapi tak kulihat kamu
angin mungkin menghempasmu bersama dingin yang menikam tulang-tulangku. aku mungkin terlambat, aku mungkin kurang cepat, aku mungkin tersesat. aku memang benar-benar tersesat jalan, tersesat dalam kesedihan.


pernah sekali pada suatu siang bersalju,
aku merasa sangat terasing di sebuah kota
dengan rintik-rintik air di mata


Gara-gara Kompas Emas

dunia ini adalah hasil serangkaian kemungkinan dimana semesta terbagi dalam beberapa dunia paralel dengan wujud yang berbeda. begitulah mekanika quantum dari caraku menerjemahkan ragam sorot matamu duludulu


hidupku bentangan ekspedisi kutub yang
dingin membeku sebelum kutahu ada kamu. dan munculnya cahaya warnawarni misterius jauh di langit utara itu pertanda kemana aku harus menuju


"ketika bertemu nanti, pakai saja alethiometernya dan jelajahi debudebuku"


lagilagi ke arah utara.
dengan rasa seperti terpenggal karena kehilangan belahan jiwa, aku harus menempuh segala yang tak ada dalam ruang percaya mereka. apakah aku seekor beruang putih di mimpi gelap malammu? entahlah. tapi tualang ini sudah kumulai untuk menemukanmu.


Jogja Nov 2007

Suara Sunyi


Tak ada musik. Sunyi. Meski suara mesin ketik menggema sampai ke lantai dua puluh tiga dan gumam yang dibawa angin dari depan selasar merayap seperti bunyi gitar sumbang mendengking pelan di ambang hari. Kau meracau di catatan harianmu, ketakutan pada waktu dan kepalamu yang sesak oleh cemburu pada banyak bangsa. Tak ada musik. Mesin fotokopi melenguh seperti sapi bicara sendiri di padang rumput di Sumba. Profesimu sebagai pengagum rahasia nyaris tamat di bibir benci mereka-meraka yang tak pernah kau anggap sahabat.



Obsesi. Jika sunyi seperti ini betapa kau ingin mandi hujan telanjang di tengah lapangan bola. Bola matanya tentu saja. Dia yang tidak melihatmu dalam seribu topeng. Dia yang langsung menikam kedirianmu dengan satu saja kerlingan. Ah, seandainya tak pakai kartu pengenal, susah payah lah kau lacak si mata tajam itu ke google, ke yellow pages, ke bagian kepegawaian, ke halte bus, ke ibu kantin. Tak ada musik. Apa artinya kalimat-kalimat indah kau bentangkan yang hanya berujung dengan kepada ... (titik tiga)


Sunyi. Pernahkah kau mendengar orkestra sungai? Telingamu menerabas bunyi orang-orang yang antri. Kita semua punya keperluan, diperlukan, dan memerlukan. Kau mencari lagumu. Sesaat sebelum hujan turun engkau telah berjanji kepada dirimu sendiri bahwa kau takkan meracau lagi kecuali nyanyian yang kau tunggu itu datang mengecup mesra bibirmu. Tak ada musik. Sungai yang menangis itu mulai dengan bunyi gemericik, letup gelembung udara, lalu mengalir deras. Bukan, bukan ke laut, tapi ke ceruk-ceruk tak bernada.


tergugu: suara sunyi, musik itu sendiri

19 November 2007

Monday, November 19, 2007

Hyang


nama lelaki itu berhembus dari kawah belerang, meruap di antara tanaman kol yang terkejut dari hamparan petak-petak tanah mengantar kentang-kentang berkerumun sementara gigil dedaunan bergunjing bersama langit senja bersepuh tembaga yang sibuk berkaca pada telaga warna


bahwa ia telah jauh tersesat dalam basah percakapan,
terpeleset di antara jeda karena kabut dingin membuat tanda tanda baca tak terlihat jelas namun sama sekali tidak buat ia merengek ketakutan bahwa ia takkan pernah bisa pulang atau menemukan jalan yang ia cari atau ia kenal.


anak-anak gimbal yang berlarian disekelilingnya memberinya rasa bangga karena tiap gumpal rambut mereka menyimpan gaib semesta dan energi masa depan. pasir kata-kata yang keluar dari mulut mereka menggelikan memancing tawa meski ia tak mengerti bahasa mereka


ia meminta, jika ini mimpi indah, jangan pernah ijinkan pagi datang membangunkannya.
biarkan ia terbuai di kawah negeri di atas awan tanpa ditemukan
...

14 Nov 2006

Wednesday, November 14, 2007

Gumam


warna hujan pada bulan memang lebih terang semenjak

ribuan kupu-kupu itu terbang ke galaksi
pengembara samudera angkasa.

seperti ronin kehilangan samurai, kita hanya bisa andalkan
jejak bintang-bintang untuk menyusuri gersangnya siang
di awang-awang pikiran.


semua kelelahan.
setiap kaki mesti menopang hari beserta detik,
menit, dan beban-beban yang musti dibawa serta.

dan cuaca. siapa bilang waktu membuat kita bijaksana.
lebih sering terlihat yang menua
cuma punya ekspresi hampa.
seperti langit pagi yang pucat pasi hadir tanpa suara.


pun kenangan akhirnya menguap begitu saja.
begitu saja, karena malam-malam kita diisi doa yang selalu sama.
tidak menghangatkan, atau juga meringankan.
pulang ke masa depan bukanlah gampang.
karena masa lalu cepat sekali mati atau pergi.
sedang masa kini asik bercermin pada udara maya
yang habis dihirup impian-impian belaka.


tapi matahari masih setia
meski kau meringkuk di nebula fana
ia tetap berjaga sampai sinar terakhirnya


9 Nov 2007

Monday, November 5, 2007

Requiem



istirahat abadi

adalah lagu yang sampai di tepi kesadaran
lantas menghilang pelan-pelan
dan tak pernah kembali


*kita hanya bisa mendekap dengung yang tertinggal di sini*


1987-1994-2007

Saturday, November 3, 2007

Kunjungan


selalu sekantung rindu
oleh olehku untukmu

bau sawah,
gemerisik air,
kepak burung,
keretak ranting
berderai derai sambut kedatanganku

tumpah ruah segala kisah
kusampaikan dalam monolog bisu
tanpa air mata
hanya hening di hela nafas
sampai puas

lingkaran awan pelangi
berjaga persis di atas kepala
ketika kutinggalkan makammu
meninggalkan rindu dan lilin lilin yang kubiarkan menyala


26 Januari 2007

Seseorang Bermain Flute di Kedalaman Malam


seseorang bermain flute di kedalaman malam


seperti menidurkan buluh-buluh kesedihan
yang terjaga lelah di belantara kesadaran

seperti memeluk kekasih yang baru saja memaafkan
kesalahan dan dosa-dosa

seperti mengatakan kepada pikiran tegang
bahwa segalanya akan baik-baik saja

seperti mencelupkan kaki ke air segar
telaga berwarna hijau tua

seperti melayang sendiri
membuka pintu mimpi

seperti tak ada lagi seperti selain
seseorang bermain flute di kedalaman malam


Oct 2007

Friday, October 26, 2007

Bintang Utara

angin barat bergerak di penampang langit tersirap
denting kalbu yang melahap waktu
pada angkasa melayang
nyawa hanya sehelai gamang
tersesat sendirian
dan tak tahu jalan pulang


lalu gugurlah musim

jatuh bersamanya sunyi menyublim
diantara kemilau noktah menjelma dera
mencari dia sang bintang utara
sampai mata mengatup gelap
kalah bersanding tatap
dengan raya semesta


ia begitu sendirian
dan tak tahu jalan pulang
sedang bintang utara cuma nyanyian
pengantar tidur lelahnya
hanya benderang dalam impiannya


2007

Wednesday, October 24, 2007

Waiata


Rekohu. Halimun di atas dataran yang kudatangi.

Ayahku langit, Ibuku bumi. Tujuh puluh bersaudara kami semua.
Aku penguasa hutan, kakakku angin, adikku hujan.


Waiata: andai kubisa bertutur kata


Aoteaora. Di tanah awan putih ini aku mengenang seluruh saudaraku.
Irama kami berpadu. Aku terbiasa mati dan hidup kembali.
Nyawaku berdiam di lumut batu-batu.


Waiata: aku cuma sehelai legenda


Pukeko, yang tak mau kakinya basah hiduplah di rawa-rawa. Pipiwharauroa, yang takkan lagi membangun sarang, bertelurlah di sarang lain. E Tui, di atas kepalaku selamanya, bulu putih akan menjadi tanda pengecut di dadamu. Kiwi, kau kan menjadi yang paling dicintai.


Waiata: adakah puisi yang wangi?


2007

Tuesday, October 23, 2007

Dunia Ini Memang

: Danielle Cemen Prima Vega Ebong Capella Marquez


Dunia ini memang fatamorgana,
seringkali kita tertipu gelora yang melenakan, begitu
kekasihku bilang. Absurd bukan?


Ya, tapi mencintai sepanjang hati,

bagaimana mengukurnya?
Kita selalu saja tiba-tiba sudah patah
ditemukan dalam penyerahan yang pasrah
pada dekapan yang seringkali teramat mahal untuk bisa
kita jamah.


Berdoa saja bukan apa-apa,
hanya sekedar penyegar bagi jiwa yang lelah
juga tubuh yang merenta kesepian parah.
sedang tanpa menunggu, usia tetap saja melaju.


Lalu kenangan,
ketika kau tinggalkan, mereka berdiam di balik helai rambut
ketika kau cari, mereka mengabur di pelupuk mata.


Dunia ini memang terlalu besar buat kita rengkuh seutuhnya
terlalu kecil untuk sembuhkan pedih yang menusuk
terlalu sederhana untuk diisi tak ada apa-apa
terlalu istimewa buat yang biasa

seperti kita


yang berbekal kuas lalu saling melempar warna
pada pintu layar pekan menjelang
saat rindu kita bertaut di salah satu titik kerdil dunia ini.


aku tak sabar menemuimu



Yogya, 23 Okt 2007

Deja Vu Rasa



lelaki berkulit kata

hela nafasnya puisi
denyut jantungnya ilusi


perempuan bermata makna
desir hatinya syair
mimpinya tidur di bibir


kisah mereka sajak-sajak terukir di udara
mataharinya cinta membara
bulannya romansa peristiwa


ranjang mereka samudera bahasa
dari sana lahir anak-anak lirik
yang menyebar mencari kekasih di pantai-pantai puitik



Yogya, 19 Juni 2007



Klik (!)

tangan-tangan membawa serpih jawaban teka-teki
yang dipungut dari tepi, tengah, pinggir, pedalaman hari

klik (!)

ada yang terpasang rapi
ada yang tak cocok sama sekali

jika hidup bisa diputar kembali
mudah sekali menemukan dimana kita dulu berselisih jalan
barangkali


26 July 2007

Saturday, October 20, 2007

Yang Deras Mengetuk


mendung membentang diri sejak pagi dan jarum-jarum gerimis sempat berguguran sedikit seperti membawa teguran langit: hey lihat aku! lalu spontan yang kena tetesannya mendongak ke atas.


oktober belum selesai. tergantung apakah kau menyeret kakimu pelan, lamban, suka-suka, atau, ringan, cepat, tergesa. tapi desember tetap akan tiba tepat pada waktunya karena tak ada rem selain mengakhiri hidupmu dengan mati bosan karena merasa belum melakukan apa-apa.

seperti yang pernah kita baca entah di mana, kebebasan adalah kutukan, sayang. pikiranmu seperti danau jernih di belantara hutan kesadaran. ajaib. bagai sesuatu yang kita lupa tapi tiba-tiba sudah berada di ujung lidah.

sepertinya ada yang deras mengetuk-ketuk atap kenangan kita. masa lalu yang kita rindui, masa kecil yang (seandainya bisa) abadi ...

hujan, kaukah datang?

2007

Wednesday, October 17, 2007

Sketsa-sketsa Tua


sehelai daun kering tertancap paku di pintu kamar

dengan sebaris tulisan: luruh aku di matamu
dari jendela terlihat
sekeranjang buku menunggu
oh, nama-nama yang berisik itu

siang yang silau
bukan waktu menyenangkan untuk mengejar bis
menebak mana copet mana penumpang
menyiapkan recehan untuk pengamen
: begini naaaasib jadi bujangan
teriak sumbang

hotel istana
tempat apa pula ini?
beberapa pemuda bertato, bertindik
mengerubuti perempuan berambut pirang
bukan ainu, bukan maori, bukan tahiti
jelas bukan. juga tatoan

Angele Custos, me semper protege

kusematkan bunga di telinga kiriku
tak ada puisi akhir pekan ini
sebab kata-kata asik berwisata
dan aku sedang enggan
membuntutinya


Yogya, 17 Oktober 2007

*tengadah*



payungi aku
o langit kelabu

kota kartun ini menjelma nyata
di hampar mata

sedang fantasiku tertelan halaman jurnal
yang berlayar di atas perahu lalat
sepanjang sungai Seine


16 Oktober 2007

Tuesday, October 16, 2007

Singapore - San Diego


teknologi.

apakah seumur hidup aku musti begini. klik di sini.
baca baca baca baca baca


kata kunci.
betapa anehnya memesan tempat yang belum pernah
kudatangi sebelumnya. klik di sana.

terka terka terka terka terka


lidah dan ludahku bergumul sendiri. aku bercinta dengan penerjemahku. benarkah dia the bridge over trouble culture? andai bisa kusortir isi kepalanya lewat ciuman bertubi-tubi.


teknologi. kami tak saling kenal tapi berkomunikasi. ah.
barangkali pada tombol-tombol ini jiwa kami mengurai diri. berkelana dalam serpih dugaan yang meninggalkan rasa berantakan di dada, di kepala. realita yang mengering di permukaan bibir.


segelas frappuccino. untuk kuhirup aromanya sambil melayangkan segala iriku pada baris-baris memukau di monitor mata.


kata kunci. apa mungkin: cinta?



16 Oktober 2007

Monday, October 15, 2007

Merindui Matahari



aku menggigil

sepertinya es meluncur di pembuluh darahku
meski mantel bulu ini

membungkusku sampai mata kaki


kerlip lampu
langkah buru-buru
gedung-gedung
meriah jalanan
orang-orang berjubah hitam


aku berhenti
mencari hangat musik
di tepi bayangan pohon plastik
semacam mozaik pada dinding dingin
nyaris beku


negeri yang bukan rumahku
keberadaanku yang semu
sendiri


merindui matahari



Yogya, 11 Oktober 2007

Lantas



: HAKO


lantas riwayat angin menelusup ke telinga pada suatu terik ketika matahari bersembunyi dari tatapanmu. layar yang tersandar di bahu lautan, mengepak pelan membelah kenyataan. kau. yang menemukanku dalam ketersesatan dengan segala luka dan bekas luka juga memar di sekujur sejarahku. kau. yang terkapar lalu bangun lagi. kau tersandung, terjungkal tapi bangkit kembali. sihirnya beku oleh dalam dan dingin rindumu berlapis harapan lembut, terhampar membentang di kelam gelap jaman tapi terbimbing oleh cahaya nyanyian menuju rohku.


kamu serupa langit yang memayungi gelisahku membelainya semilir halus sentuhanmu. kamu merajaiku.


kamu menyulap hujan, merenda warna-warna pada jendela mataku, kamu mengaburkan pandanganku. namun aromamu berdiam di sini, ditubuh ini. yang telah kupakai untuk menuai embun pada kuntum pagi, memercik benderang sisa kejutan yang selalu kau siapkan di balik hari ...



Yogya, 16 Agustus 2007

Mendawai Hujan


mendawai hujan di serambi matamu
nyanyi ini pelangi janji
pada musim yang kau namai semi


Yogya, 28 Agustus 2007

Thursday, October 11, 2007

Anima Animus


anima,
kaki lelaki terjungkal lewati kepala, menjaga rapuhnya kesadaran yang tak kelihatan.
di akhir hari ia sadari, bukan perempuan itu yang ia cintai tapi bayang bayangnya sendiri.

aku lahir dari bintang mati,
androgini yang bersemayam di kedirian

animus,
bau segarnya seperti tanah basah pagi, jalan pembuka terik kehidupan. di sudut ruangan, seorang perempuan berendam angan sambil gumamkan "Adam, bangunlah, aku mencintaimu".


Yogya, 26 Feb 2007

Untuk Kekasihku

Kita duduk di bangku kayu.
Kau dan gurat peradaban berkilauan. Tajam dan dalam.
Seperti slide show melintas bersama cahya matari
menyusup di jendela perpustakaan tua.


Senyummu bak ayun tongkat peri
dan akulah permohonan itu sendiri.
Memercik kita terangi hari-hari.


Di atap perpustakaan itu,
dua ekor burung kuyup diam
menunggu malam datang
bersama dentang jam di sudut jalan.


Hidup ini panjang.
Kau tumbuh menawan. Aku ceria melayang.
Peluk aku saat kita bertemu sayang,
kan kusiramimu hujan rindu

...


Yogya, 11 Oktober 2007

Kepak Tanpa Sayap



kepak
tanpa sayap. perjalanan baru saja dimulai.
bunga-bunga tiarap. ada angin sekujurnya datang membelai.
nanti, di ngarai kematian akan terdengar nyanyian tanpa suara.
hati, hanya di sana kau tau dari mana asalnya itu sayatan nada-nada.


jangan takut
karena petunjuk terpampang di mega-mega.
matamu hanya perlu kejernihan untuk melihatnya.


tanda juga dikirimkan lewat bau tanah
bahwa kita semua pasti musnah
tapi tidak jiwa-jiwa, sayangku
tapi tidak jiwa-jiwa



Yogya, 5 Juli 2007





Fatamorgana



haruskah kucari keelokan pada lukisan romansa di dinding ruangan yang diam?


sedang matamu adalah senja. didalamnya sungai cahaya pancarkan kerjap kilau menyeruak dari legam ilalang bulu matamu, menikam tajam ke ronggarongga hampa dadaku lalu gema pantulannya mengguncang seluruh kedirianku


oh jiwa,


yang membeku selama berdetikdetik waktu serta merta meronta
mendamba teduhnya suasana pada pesona kokoh sosokmu, buatku lupa
siksa kutuk cinta selalu saja memenjarakan kata di setiap tatap pertama

oh rasa,

kagumku tertebas oleh batas jarak tak terlihat yang selalu tiupkan
hembusan angin asing di belantara taman hati bungabungaku yang ingin senantiasa kau
sirami hingga akhirnya jadi layu terlalu lama menunggu karena aku enggan mengakui
bahwa kau hanyalah bagian ilusi fatamorgana jiwaku yang kehausan, sekarat dan tak mau mati


Yogya, 1 Juni 2007

Wednesday, October 10, 2007

Necrology


acung kepalmu pada lengkung langit malam tadi
dan tahukah kau kecemasan yang menjalar di dedaunan berbisikbisik
menutur pilu sedu sedan pada akar-akar dan rerumputan di bawah sana


jika memang tak ada yang pernah adil dalam hidup ini
maka bukanlah kebetulan bahwa kau berlayar di mega-mega ketika
ia menggigil di palung dasar lautan dan mereka mengukur jarak asteroid dengan jari-jarinya


habis sudah dendammu dimakan tekateki tak terpecahkan
tentang anak laki-laki yang berlari keluar dari dalam nebula anak tangga dengan huruf x ditengahnya tiap kali daftar itu kau bacakan dengan lantang pada ikan-ikan yang menggelepar keracunan di aquarium si ahli nujum


yeah,
apalah kita ini,
sekumpulan debu dan gas
bintang-bintang sekarat yang menjelang padam
kecerlangan yang meredup di deret berita kematian
lantas berjatuhan runtuh di bawah gaya gravitasi kita sendiri



Yogya, 31 Oktober 2007

Frey yang Cantik


ayah memetik namanya dari buah hati dewa negeri jauh di utara.
dicintainya anak perempuannya tanpa sebuah ibarat sanggup menggambarkan kasih sayangnya.

baginya ayah adalah dewa penjaga damai, penjaga hujan, penjaga cahaya matahari, penjaga debur lautan, yang menikah dengan dewi cinta, pemelihara tumbuh-tumbuhan dunia: ibunya.

lalu besarlah ia sebagai cahaya terang abadi
dalam gelapnya lukisan mitologi.



Yogya, 28 Juni 2007

Oleh-oleh Angin


Pulang burung terbang ke sarang, dari kerinduan di pantai panjang.
Langit tak bertepi sayang, dia kerajaan sepi.
Panas di dada bukanlah petaka, tapi matangnya rasa.
Jika kau jatuh cinta, tumbuhlah sepanjang pantai beratap hati seluas angkasa raya.

Berpayung awan kita berarak, melukis dinding-dinding mimpi.
Berujung pelukan kita berjarak, menepis gendhing-gendhing sunyi.


Yogya, 12 Juli 2007

Panembrama



: yang kucinta

langitku biru
teramat biru bagi jejak kepakmu


jiwaku laut
layari sejauh kau mampu


hujanmu sendu
menguap aku mengabut kelabu


matamu sauh
tertambat di dasar palungku


Yogya, 2 Agustus 2007

Monday, October 8, 2007

Sederhana



tiap kali memandang matanya
aku seperti sedang bersafari di Afrika, ketika mobil terjebak lumpur, lalu turun dan menjejak kaki pada hamparan indah yang sembunyikan tatap garang singa-singa di balik jenjang rerumputan


panas,
gairahku terbakar merah baju orang-orang Masai, sedang
suara kera mengolok-olokku, bergelantungan di dahan-dahan wangi rambutnya.
rasa dekat yang asing padanya menderaku berlama-lama


tiap kali memandang matanya
bagai kehausan aku berbulan-bulan di sahara, ingin mengecup segar air darinya, terus dan terus. mendamba sekaligus ingin lari jauhinya


terpesona,
ia dan segala sederhananya membuatku demam malam demi malam
karenanya


Yogya, 18 September 2007

Hening

Hening, tergeletak di kejap matanya--seekor burung di ranting berembun; Pada tepi kolam, rumput gemerisik, nafas berat menanggung sunyi. Pada dahan-dahan lembab lahir sesuatu yang asing, terbuang dan terabaikan.
Aku berhembus, ke segala arah yang bisa kujelajahi. Ya.
Para penjaja kala. Mereka terusir dari musim ke musim.
"Pergi!" kata salju musim dingin. Karena kabut menjelang,
benar-benar datang dan seluruh maha putih melapisi bumi, yang sebagian adalah batu, sebagian sisanya ketiadaan batu. Kaburlah waktu. Indah yang begitu hening.

Apa ini akhir? Pun tidak, sebab tak semua abadi melulu. Matahari mengintip, derunya di lubang hidung waktu, mula-mula secercah lalu tumpah cahaya ke segala arah.
Alam yang bangun dari tidur. Menggeliat, bersadar mantap. Terlalu banyak yang berlalu tanpa sempat di pahami.
Seperti hening yang tampil sebagai secuil asteroid teka-teki di halaman belakang pekarangan ilusi. Amati, pungut, biarkan hari melaju dengan pertanyaan dan pengertian-pengertian ....


Yogya, 8 Oktober 2007