Tuesday, December 15, 2009

b.u.n.g.k.a.m.





pada kematian raga dan perginya jiwa

yang menyisakan jejak kehilangan teramat kelam
baru kau akan paham rasanya disergap kesepian
dari sorot-sorot mata yang beranjak padam

derak ranting belantara resah menjeratmu dalam
kepedihan tak teraba dan rasa nyeri yang
datang tiba-tiba menembus dasar dada seperti
tangis pecah dari langit terluka


air mata punya dua kaki yang suka sekali berjalan dalam sepi
langkahnya mengikis keteguhan bumi jiwa kokoh berdiri
dengan dinding-dinding berlengan yang menjulur
ke ujung lidah matahari untuk menenangkan diri
setiap kali gelap datang mengunjungi


tentu saja kita semua mencari bahagia
memeluknya kuat-kuat saat kita punya
dan tak ingin melepasnya selama-lamanya


sayang mereka cuma angin yang membungkusmu lembut
sedemikian rupa sampai kau terpejam hanyut
di laut rasa
tapi ketika kau buka mata mereka berlalu

bersama waktu
hingga hanya kenanganmu dan cuma kenanganmu


yang mengabadikannya dalam segala usaha mengingat
dan menyimpan diam-diam
di dalam lemari benakmu yang rahasia








Friday, December 11, 2009

seteguk kopi dan hawa dingin yang pagi sekali





di luar sana berdiam diri putih salju
latar pengantar angan yang
terbang lamun jauh sekali

di ujung tahun kita kini
apa yang sudah kita lalui?

di gigil hidung uap kopi menari-nari

tak ada yang disesali
semua penuh cerita sarat makna

kaca dibuka
angin dingin bekukan muka

di ujung tahun kita kini

sampai ketika salju-salju itu pergi

baru kita tahu
hadiah tahun baru
yang sudah menunggu

sepenuh rindu

Friday, December 4, 2009

pesan


penyair sedang berkunjung ke negeri tetangga

silahkan menikmati hidangan puisi yang ada
boleh juga meninggalkan jejak aksara


sepulangnya dari sana, ia akan membawakan kita
oleh-oleh kata yang segar, sesegar semangat anda

salam syair

Wednesday, December 2, 2009

Honour



kami diajarkan untuk tidak menunggu kejutan yang kami harapkan
karena hanya berakhir kekecewaan yang jauh dari kesenangan

kami tak pernah tahu
apakah daun yang jatuh membenci angin

kami tak pernah tahu
apakah awan mencintai bumi

jiwa bisa saja sekokoh akar beringin,
menjalar merajai permukaan sampai kedalaman
tanah yang dicengkeramnya

tapi ada kala jantung berdering keras sekali
sampai seperti hendak lari meninggalkan dada kami

saat gaung malam melengang
cukuplah sorot mata berani
menerangi ruang-ruang yang gelap sepi
dengan kemenangannya yang rendah hati

Monday, November 30, 2009

gegas-gegas


begitu terbiasa

melihat bayang-bayang melintas
dibalik kaca

gesit. mungkin gelisah.

seperti pernah berbagi
tentang kesabaran
diatas kendaraan melaju cepat
diiringi rintik hujan rapat-rapat

kesal. tapi selalu rindu rasanya.

seperti selalu punya janji
dengan sekotak benda mati
monitor sendiri

dan helai huruf yang bicara
dengan sayap-sayap magisnya,
buku tentu saja

resah
resah

ingin cepat berlalu
tapi juga berhenti

ingin pulang kepada kemarin
tapi juga menyuruhnya pergi

begitu terbiasa
mata menangkap gegas-gegas diluar sana
lalu mengabadikannya
dalam kata-kata


: hari ini tak ada yang melintas cepat
ataukah semua sudah lewat?

Oh Please, Miss Pura-pura.


panas?
tentu saja
bara itu memang sudah ada di tingkap-tingkap kata


tapi kita tak punya kuasa melawan semesta
jadi tak perlu memandang cemburu
sebab ada yang rindang dan juga gersang

dari catatan sepi sayang sekali hanya yang tak bahagia
yang selalu itu itu juga kau pandang dengan belalak mata
sisanya kau sembunyikan di balik keluhan
yang sama sekali tak butuh jawaban

mungkin kau harus diingatkan
siapa pun punya kisah sedih untuk diceritakan
maka tak perlulah terlalu berlebihan

lihat lagi ke dalam cermin
coba, wajah siapa yang terus saja
merasa diingkari di seberang sana

Tuesday, November 24, 2009

dari ruang sebelah yang juga duduk berlama-lama mendengarkan orang bicara


ia kembali ke kursi menghadapi komputernya
.
dari segelas sore seperti ini biasanya ia
mendapat tegukan ide untuk menanak sajak.

tapi ide tak bisa dipaksa datang tiba-tiba,
maka gatal tangannya mengklik search di sana-sini
menggali-gali dari tumpukan arsip maya miliknya,
milik teman-temannya juga dan ia mulai tertawa-tawa
geli sekaligus kagum pada aksara yang pernah
ia rangkaikan sendiri. lalu seperti magnet yang akan mudah
lengket pada tulisan-tulisan yang bitchy, mulailah matanya
bergerak ke kanan ke kiri asik membaca huruf-huruf magis
yang menggelitik jiwa rasa ingatannya dari yang
paling tawa sampai yang paling tangis sepuas-puasnya.
ah makna. di jeda kosong sesudah kata-kata
ia memejamkan matanya membersihkan jalan lengang
menuju rumah puisinya.

"pulang yuk"

dibuka matanya dengan terpaksa
rupanya gelas sore itu tak berisi apa-apa
sedang komputer
di depannya masih saja
berkedip-kedip menyala hampa

Tuesday, November 17, 2009

upside down




inspirasi.
seperti telinga yang mengejar bunyi

jatuh terlena kemana rasa membawanya pergi


apa saja bisa berhembus
seperti angin

seperti air
mengalir
apa saja

"tapi kau harus terus berputar,
jika berhenti tubuhmu kan terlilit
kawat-kawat berduri"

so what?
aku sudah tertikam,
luka dan menyepuh diri

mau apa lagi


kesedihan adalah guru dan jejak luka itu harta
yang kusimpan di kamar masa


kadang kakiku bulu
kadang mereka batu


fantasi.
disitu tempatku sembunyi

semua warna sudah kupakai

untuk menggambarkannya

tinggal kau menemukannya


watching you watch over me


dan tembok coklat

di belakangku

menderai tawa


oleh gumamanku

yang sering tercekat

oleh para silly copycat

yang suatu hari akan tergelincir

oleh lidah-lidah sombongnya memuntir

seperti kincir

sedang cerita hidup
terus bergulir

Thursday, November 12, 2009

ora pro nobis


sesudah pesta pora baca


menulis sesuatu yang membuat gurat dahi bertambah satu
merenungi imagined community dan tersesat
di istilah-istilah yang terlalu seksi sampai ngeri

deadline terjemahan. oh dewa.
demi penerbangan ke hawa dingin tanah moyang

aku perempuan biasa
yang merindui kamar tidurnya semasa sma

mengunjungi makam sepi
atau mater boni consilii
dan asik berbisik pada cahaya lilin sore hari

sedang terkenang


dulu mereka datang seperti kereta plastik
melaju tanpa jemu
di rel kecil
dalam ruang tengah kanak-kanak kita

di hadapan mata-mata belia yang membelalak
tak bosan-bosannya

sampai baterai soak
dan suara tangis meretakkan telinga

kata-kata benar-benar sedang berwisata
meninggalkan kita dalam warna-warna tua
sembari disuapi komedi sedih
tentang negeri yang tergerogoti dirinya sendiri

kita tak bisa menembus cermin masa terbaik kita
dan berdiam terus disana

sayang sekali
sayang sekali

meditasi


seperti membaca sepi




sesudahnya


merasa


sangat


sendiri

Wednesday, November 11, 2009

seekor burung dan pepohonan




kita sudah selesai
tak perlu berbicara tentang
yang tak lagi berguna

kau seekor burung
kami pepohonan

kadangkala angin adalah si baik
membuai kita senang untuk terus bersama

kadangkala hujan adalah pembawa pesan
bahwa kita memang tak bisa basah beriringan

daun-daun kami melakukan yang terbaik
menampung matahari
menghijau diri
memberi gizi pada bunga-bunga cantik
hinggal lahir buah-buah kecil manis

kami bersyukur kami diberi kekuatan
untuk melepaskan
untuk memaafkan

kau boleh saja singgah disini
selalu kami terima dengan senang hati

sedang lagu-lagu sesalmu
kami titipkan pada ranting-ranting kering
yang melapuk tua dan berguguran

agar yang kita kenang
adalah segala yang menyenangkan

dan pemandangan yang menenangkan

Tuesday, November 10, 2009

tak lelap harap




kita memandang segala terbentang
juga memajang bahagia yang kita bawa

untuk kita gantung di dinding rumah jiwa

membuatnya menjadi abadi di sana

di rumahnya yang sederhana


terlalu banyak air mata
yang jatuh
dari rebusan sendu
mendidih
di waktu-waktu angin sembilu

mengapikan perih semua yang lalu


dan dengan kuasa pasrah

kita tak bisa meminta enyah

jadi biar sajalah
karena akan terbenam juga

bersama senja lupa




: aku cuma ingin menggandeng tanganmu
terus melenggang di jalan raya kehidupan itu

Tuesday, October 27, 2009

rosari hari


tak pernah durhaka langit pada

pucuk ilalang yang setia mendongak
menegak doa meminta berkah
kesuburan cinta setia dari mata hujannya

seperti halnya jiwaku yang pernah karam
di lautan tak bertuan, diseret ombak
pulang ke pantai perenungan

memasir kesabaran putih terhampar bersih
di kaki nyiur mimpi yang tak pernah berhenti
menari bersama angin yang kadang menghempasnya
keras sekali, ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang

seperti halnya nyawaku yang teguh bertahan
sebanyak jumlah surya harap terbenam di dasar dada
dan menerbitkannya lagi setiap pagi

Sunday, October 25, 2009

Kesepian itu memekakkan telinga



Sampai yang kau kira degup langkah itu

Jantungmu sendiri, menjadi kawan debar.

Air mata mungkin sungai yang disurutkan kemarau

Meninggalkan kerikil cerita mengering di dasarnya.

Kesepian menjelma juga di sungai itu

Dia terik yang memanggang menyilaukan

Kau yang terluka kaki dan harus terus berjalan

Jangan biarkan panas itu membakarmu

Tapi apikah matamu

Karena hujanlah kesepian itu.

24 Sept 09


Tuesday, October 20, 2009

Hatlovku



di ujung tingkap rumah angin
kupasang sebentuk giring-giring
biar berdenging jauh memberi tanda
bahwa pulangmu tiba

Monday, October 19, 2009

Mimpi Sebuah Kota




kami rindu
siang-siang yang sepi

tanpa polusi
tanpa polisi

kota besar ini
sedang bermimpi

menjadi kanak-kanak lagi

Friday, October 16, 2009

empat baris saja


Di atas bukit berdiri seorang perempuan mengunjungi kekasihnya

Seorang pria yang tinggal di gubuk reyot tiada tara
Angin bisa memporak-porandakan dengan hembusannya.
Tetapi perempuan itu memporak-porandakan hanya dengan kata.

Thursday, October 15, 2009

Hura-hura Makna





sebab seekor anjing menggigit bunga di moncongnya
dan tersenyum binar-binar mata bintang mengedipi
hati yang malam karena gelisah menyelinap
di angin-angin basah datang berbaris bersama gerimis
sewaktu lelaki itu menggunting janggutnya di depan cermin


aku juga tak mengerti
semua bentuk yang kau kira nyata
segala datang dari kata

dari kata

dari kata kita pulang kesana


karena raksasa sunyi besar yang lapar
rakus akan segala memakan kata
memakan dunia

di dalam kepala

yang menua

oleh bising, oleh asap masa lalu yang membuatmu
terbatuk-batuk selalu kala senyap mengancammu
sejak jarum-jarum itu berdetak menentukan waktu
menjadi hantu dalam jantung kalimatmu


lalu laut

dimana kau berteriak
menggulung suaramu ke dalam ombak
menjilati kaki pantai kekasih
menjadi perahu berlayar syair
mengarungi biru menebak sejauh mana

c
a
k
r
a
w
a
l
a

itu


dan pendarkan saja matahari dari dadamu
lalu terbenam sesudah angka enam berkedip
di lengan-lengan lamunan


memberi tanda


bahwa segalanya
akan baik-baik saja

= samadhi pagi





secangkir sepi

+

seuap kopi



Monday, October 12, 2009

bukan dari kepalaku tapi angin berisik di senin pagi itu

karena jubah malam terlalu pendek
untuk kita tarik menyelimuti igauan-igauan akhir pekan
yang terlihat hanya permen segala rasa di dalam
setoples bergambar kuda bersayap bulan

kutekan tombol karet berangka
kubicara pada suara dalam kotak lubangnya
kuletakkan kembali ke tempat semula
kuusir dengung suara yang masih di telingaku
biar pergi sejauh-jauhnya
dari seninku

dunia ini tetapi


pulau-pulau semu mengapung renung

secuil demi secuil

kita meremah sepanjang kering jalan berbatu
biarlah kagummu mendesau
dalam ragu tanya malu acuh

kaki mendepak debu disekujur tubuh kalimatku
dan teruhuk lah wahai kau sang ingin tahu

"permisi"
suara samar di pintu telinga

"kukembalikan mimpi yang kau bakar di lidah matahari
ia membeku tak mengabu
dan minta pulang kepadamu"

Thursday, October 8, 2009

Self Shadow




demikianlah ia pergi sembunyi
dari bayangannya sendiri


hidup seperti ribuan novel
dibacakan secara bersamaan
sedang ingatannya harus memilah di sana-sini
siapa mengapa oleh karena apa di mana


maka sering berdatanganlah wajah-wajah
ke dalam mata pejamnya yang terlalu lelah
untuk mengingat serangkai huruf membentuk nama


enyahlah,
sahutnya tak berdaya


di dalam pejamnya itu apapun bisa terjadi
mulai penyihir yang mendatangkan gajah dari atap rumah
sampai perempuan yang mengail mimpi dengan rambutnya
di sepanjang sungai harapan yang mengering mati


dan ia mencoba berlari dari gema yang dibawanya dalam
ketaksadaran hingga matanya pulang ke udara nyata


terengah-engah


tapi bayangannya terus mengikuti

Tuesday, October 6, 2009

Warna Temaram




sambil memegang lentera aku menunggu
di bawah teras kayu beratap bambu
mataku melihat jauh ke dalam kegelapan
di antara rumpun pepohonan di ujung penghabisan
setapak itu

katamu kau mengoleh-olehiku berlapis rindu

sebelumnya angin membawa wangi tubuhmu
membawa desah nafasmu
membawa lembut sentuhanmu
membawa hangat pelukanmu

adakah kau tahu
resah yang mencakar-cakarkan namamu
di dinding dadaku?

waktu menengadah kulihat langit membuka pasrah
seperti layar basah yang transparan
bernama malam
berwarna temaram

lalu kau datang merengkuhku
dan kita melebur di temaram itu
dengan lagu-lagu sendu dalam selimut rindu

Monday, October 5, 2009

sebuah sore di ruang kepala sendiri




menyiram tanaman kata-kata
dalam pot-pot rahasia bertanah rasa


ada yang harus terjadi, ada yang hanya
berhenti,
dihembus angin mimpi
terbang jauh sekali

dengan seember doa kita rela

menimba harap dari sumur-sumur tua


dengan air mata kita legakan dada


lalu kering itu

biar dibasuh waktu

Friday, October 2, 2009

Enggak



enggak

aku cuma
kebanyakan nonton film
ngemil buku
menenggak segalon libur
begadang mimpi

mabuk kata

Monday, September 28, 2009

dari buku catatan


: h




menatap keluar jendela melihat telaga

memerah senja

ketika seseorang

mendayung pelan sampannya

sendiri

seperti meditasi

ditemani burung-burung putih

beterbangan di atasnya

mengepak sayap kokoh

memantul pada bayang-bayang air

sedang suara piano dari rumah besar

bertirai biru itu

melembutkan jiwa



maka lelaki yang sangat mencintai istrinya,

yang adalah kekasihnya,

yang juga sahabat karibnya

mulai membacakan buku catatannya

sebuah kisah asmara

yang tak pernah padam nyalanya

yang tak pernah bisa dikalahkan usia

yang selalu menggetarkan siapa saja

yang mengalaminya



mungkin suara piano

atau warna merah senja

atau ketenangan seseorang disampannya

atau cerita yang dibacanya

membuat mata berkaca

dan dada berdebar haru

karenanya

Monday, September 14, 2009

Menyepuh Kelu



Bibirku ratusan burung,

Bercuit-cuit dihantar sore pulang ke carang pepohonan.

Kau menghadap monitor, seperti patung bersinar
Jarimu mengetik tuts-tuts, bagai orgen gereja.

Aku merajuk, melengos,
Membayangkan berteriak di rongga dadamu, bergema suaraku.

Kita telah melewati beberapa jembatan di bawah purnama,
Kadangkala aku ingin terjun saja ke sungai dibawahnya.

Menjadi ikan tak punya suara,
Meski mulut megap-megap menutup membuka.

Oktober bulan Maria, aku ingin berdoa kepada dia,
Biar dilapangkan dada menyimpan segala sesuatu rapi disana.

Ketika memejam mata wajahmu seperti bayang-bayang kabur,
Luruh pelan-pelan seperti daun jatuh di musim gugur.

Pada hari kau terbuka, aku menjadi angin bertiup lengang,
Maka bernapas lega rumah badai kita reda.

Memaafkanmu. Memahamimu.
Menyeberang jembatan ke musim berikutnya.

Dan kaki harap kita melangkah tanpa ragu,
Karena jejak lalu akan terkubur salju.

Thursday, September 10, 2009

hurts



waktu tenaga hati pikiran perhatian

tanpa diminta
tiada terkira


dan setelah semuanya
ia bicara tentang
keikhlasan

hah?


hanya karena
wajahmu begitu kusut
(ia tak sempat tahu-dan apa ia pernah peduli-
sepusing apa isi kepalamu saat itu

karena yang ia tahu dan peduli ialah dirinya sendiri
dan kesempurnaan yang selalu ia harap darimu
)


ditikamnya kau atas sesuatu
dari sudut pandang egoisnya tentangmu
yang sama sekali
salah !!!


ia harus bertukar tempat untuk melayani
agar mengerti
kebaikannya dinilai seujung kuku jari
dan tersakiti




































betapa luka
betapa kecewa
betapa murka
betapa terhina

rasanya


Aku Suka Waktu-waktuku Sendiri



aku suka waktu-waktuku sendiri

dan kepalaku bernyanyi
dan tanganku menuliskan puisi
dan anganku terbang kesana kemari
dan imaji seperti jazz di pagi hari



aku suka waktu-waktuku sendiri
ketika senja asik memoles dirinya
ketika kamu baru saja membisikkan: i love u
ketika rindu menemukan rumah pulangnya
ketika kata-kataku duduk di bangku taman pikiran
bersanding tanpa beban
lalu kuabadikan dalam ingatan

Tuesday, September 8, 2009

An intermezzo: You are what you read!



Books-books-books... you are what you read!
Using only books you have read, answer these questions.
Try not to repeat a book title.


Describe yourself :
Alice's Adventure in Wonderland (Lewis Carroll)


How do you feel :
Einstein's Dreams (Alan Lightman)


Describe where you currently live :
Mangir (Pramoedya Ananta Toer)


If you could go anywhere, where would it be :
Life is elsewhere (Milan Kundera)


Your favorite pastime :
The Orange Girl (Jostein Gaarder)


Your favorite form of transportation :
Black Beauty (Anna Sewell)


Your best friend is :
Mother (Maxim Gorky)


You and your friends are :
Young Heroes (Saya Shiraishi)


What's the weather like :
Sepasang Sepatu Sendiri Dalam Hujan (M.Achmad, Inez D, Dedy TR)


You fear :
Ada Seseorang Di Kepalaku Yang Bukan Aku (Akmal Nasery Basal)


What is the best advice you have to give :
Mari Mendaki Gunung dari Leuser sampai Cartenz:
panduan bagi orang-orang berani (Hatib Abdul Kadir)


Thought for the day :
According to Mary Magdalene (Marianne Fredriksson)


The most precious thing in your life :
The Namesake (Jhumpa Lahiri)


How you would like to die :
One Hundred Years of Solitude (Gabriel García Márquez)


Your soul's present condition :
The Diaries of Adam & Eve (Mark Twain)

Monday, September 7, 2009

Piluku





terlalu banyak yang kau sembunyikan
dan kau ngeri karena kuketahui

piluku
adalah melihatmu melihat hidup

tapi itu keputusanmu
itu pilihanmu

kita bertanggungjawab
atas kebahagiaan kita sendiri

aku tak ikut campur
atau menengahi atau menambahi

ironisnya
kau malah menasehati


barangkali lebih baik memang
kita saling memandang

dan sama-sama
tak peduli

Tuesday, September 1, 2009

kamar 17


dari sana aku bisa melihat terpejam terbukanya
mata cahaya
dari sedikit saja rona
batavia

waktu itu

petir menyambar-nyambar udara

seperti ada yang mekar di dalam dada

gelegar
atau kelakar angkasa
menggetarkan kota yang sekejap tak lama

akan diguyurnya

dengan hujan yang selalu membawa rahasia

juga cerita tik tik yang fantastik

dari perjalanannya dengan kereta awan
melintasi negeri kisah
lembah kesah
lautan pasrah

sampai semua basah



: dan aku melirik tik tik itu
mengaliri jendelaku
sambil melamunkanmu

sendu

Thursday, August 27, 2009

Pulang*



: ako



kau memutuskannya

setelah lama berjalan


lalu kembali
pulang


di tanah rantau kau berkeluh


semua encok dan rematikmu kambuh



tapi di tanahmu


semua laramu sembuh



berdiri di podium


berpidato pada teman-teman lamamu


meski sebagian dari mereka


telah tiada


kau pulang


walau yang kau bayar


sangatlah mahal


kau pulang


biar kulihat tawa riang

terbentang di wajahmu senang




*karya HAK dengan sedikit revisi irama dariku

Saturday, August 22, 2009

Pesan



Merengguklah kami dari dahaga akan cita
Tertunda biarlah matangkan persetujuan

Di dalam selimut malam, harap bertaburan
Sewaktu terang kau lihatkan mereka beterbangan

Menuju cahayamu
Dengan segala tulusku

Thursday, August 20, 2009

. . . . .


bayangkanlah sebuah dinding putih memanjang

perlahan-lahan menguning lalu muncul sulur-suluran
beraneka hijau rekah kecoklatan
menggeliat dibelai angin yang datang
dari kejauhan

lalu kau berjalan disampingnya
mendengar suara-suara yang hanya
alam berkuasa membuatnya

desir,
dadamu seperti dialiri jam pasir
sampai terhenti di kolam jantung yang
menelannya dalam detak tertahan

(telapak kakimu meraba tanah berkerikil
berteriak, "berangkatlah,
berangkatlah tuan!")

kau tinggalkan jantungmu
beserta waktu yang tak lagi memburu

ini bukan kiamat
ini seperti ibadat

kau berjalan terus
memanjakan jiwa menembus lega
segala tenang yang didambanya

sampai sunyi membangunkanmu
di atas ranjang dalam kotak cermin
bening yang tak lebih sebuah ruang diri

bunyi yang kau pilih untuk pulang kepada nyata
adalah sebuah nama

dia yang berjaga diluar kelopak matamu
ketika akhirnya kau buka

(jantungmu pulang, ditempatnya semula ia berdetak
berseru "peluk tuan, peluk dia dan jangan lepaskan!")

Wednesday, August 19, 2009

Kanak-kanak Berjubah Surga





maka kuturunkan bulan
lalu memandang ke kegelapan
dan menemukan pasukan

yang berkedip pelan-pelan
di kejauhan


mereka


kanak-kanak


berjubah


surga





maka kuundang semuanya
bertandang ke kebun malam
dan merapikan bunga-bunga mimpi

yang ikut terbang pergi
ketika pasukan itu dijemput pagi


dengan


titipan doa


di saku


jubah-jubahnya

Tuesday, August 11, 2009

Nota Selasa


aku tak mau mimpi buruk lagi

menangis meraung dan terbangun
dalam nyawa yang berdengung

kurasa kau tahu sedalam apa takutku
karena didasarnya semua berserak namamu

aku tahu kau akan menggandeng tanganku
sepanjang jalan pulang pergi ke rumah Brahma

gulana kulebur di kaldera
dan kembali dalam segar romansa
yang kau tuangkan seterusnya

Thursday, August 6, 2009

Jiwa Bertelut


persimpangan itu gemerlap menggiurkan

sampai silau terpaku diantara kendaraan
bersilangan tarian jalan raya kehidupan

kupanggil namamu dalam doa sejumlah hujan
juga kucadangkan di setiap gumam
dan katup bibir yang diam

papan-papan penunjuk kadang menyesatkan
seringkali aku kelelahan sampai ketiduran
di bangku-bangku peristirahatan

katamu kau akan membuka pintu
kalau kami mengetuk

katamu kau menerima sesiapa
meski miskin papa

dengan itu kutak serah harap
karena kutahu kau murah hati
karena kubangunkan diri
meski lelah mengerang nyeri
dan berangkat lagi

mengambil mimpi
yang kau beri



Friday, July 31, 2009

I just like it, Just Like Heaven*


Show me how you do that trick

The one that makes me scream he said
The one that makes me laugh he said
And threw his arms around my neck
Show me how you do it
And I promise you I promise that
I'll run away with you
I'll run away with you

Spinning on that dizzy edge
I kissed his face and kissed his head
And dreamed of all the different ways I had
To make him glow
Why are you so far away? he said
Why won't you ever know that I'm in love with you
That I'm in love with you

You, soft and only
You,lost and lonely
You, strange as angels
Dancing in the deepest oceans
Twisting in the water
You're just like a dream
You're just like a dream

Daylight licked me into shape
I must have been asleep for days
And moving lips to breathe his name
I opened up my eyes
And found myself alone alone
Alone above a raging sea
That stole the only boy I loved
And drowned him deep inside of me

You, soft and only
You, lost and lonely
You, just like heaven

You, soft and only
You, lost and lonely
You, just like heaven



* a version of Katie Melua, with respect to the Cure

Wednesday, July 29, 2009

Kepulangan







: hak




sesudah menjejak aspal yang debu berornamen sampah
bau asap ceceran oli memanjangi jalan jogja
diterangi
lampu-lampu memancar ke punggung belia
anak muda
yang kadang membuat jiwa kita menua dengan
hanya
menatapnya antara iba sekaligus iri pada remajanya
tapi seperti jazz yang berlari sendiri kesana kemari
di dalam telinga yang sabar, tak bosan-bosannya
menyatakan cinta sampai jejak aksara berlekuk di bibir
kita
berkecupan, berjatuhan bunyinya di lengang kepala

kala malam meraja. rindu itu kata yang kupilin-
pilin
dicahaya sore menyelinap lewat jendela ke kamar

dengan ranjang kayu, sprei bergambar domba dan selimut biru

di setiap kisutnya segala yang membara bertebaran
penuh makna yang ketika kamu datang dari negeri singa

akan mengadu gulana tak ada kamu
di sana berbulan lamanya.

Thursday, July 16, 2009

Lama Tak Puisi


dan hati ingin berbagi

betapa saat ini
adalah patut disyukuri
memadahkan puji

bagi segala
karunianya


Friday, July 10, 2009

musik angin untuk ingrid














dari denting piano yang kubawa
dan iringan gitar mengalunnya


jangan sedih
ini tanganku

kita pedih, galau, rindu

terendam dalam genggam


lepaslah
berteriaklah di hujan

menari berbasah rahasia awan


jelajahi nada-nada
dibalik
bulir tetes airnya

yang buatmu tersenyum

ada di sana

Tuesday, June 30, 2009

Deru Haru


mungkin

aku mabuk



kaki berdansa sendiri
mengambang di atas lantai
beberapa centi lebih tinggi


siapa itu yang menyalakan musik
di dalam kepalaku


angkat tangan jangan ragu
lupakan sedih yang lalu


kita musti tegar
hentakkan hati
mengusir debar
biar pergi


dan teruslah menari

Sunday, June 21, 2009

mataku terpejam


dentingnya membimbingku


mengayun kaki kenangan
ke tanah debu
makam kisah dulu

belai angin
geliat ranting
sinar lembut

bagai bicara dalam bahasanya

yang terdengar seperti
tawa bahagia yang pernah jadi bagian kita
kini jauh

tak tersentuh

seperti telapak
yang menempel pada bingkai kaca
gambar-gambar lama

seperti tak pernah percaya
bahwa kenyataan setitik
mengabur di lembar foto tua

wajah kita

Friday, June 19, 2009

ia (mungkin) tak pernah mengunjungiku di sini


kecuali aku minta


kadang-kadang
aku harus merampok perhatiannya
agar ia datang mengunjungiku di sini

tapi ia punya dunia sendiri
dan tempat-tempat lain
yang lebih menarik
untuk ia kunjungi

dan sesekali aku melihatnya
di tempat-tempat yang membuat
dadaku membara

karena ia meninggalkan pesan disana
karena aku tak tahu berapa kali
ia kesana
karena aku tak tahu
apa yang membuat disana
berbeda

karena ia tak pernah
meninggalkan pesan
di sini
di tempat segala sesuatunya
sebagian besar
justru berisi

tentang dia


;(

Thursday, June 18, 2009

Setapak


di halaman pikiran yang tumpul ini

keping hidup bertabur, dedaun kisah
mengering menyeret debu, mengabur angin
masa lalu

lagumu menyusur dinding-dinding dingin
dari dalam rumah yang seperti sedih
bagai bayi disapih

dan hujan
kepada dia semua mesti disalahkan
kemungkinan yang jatuh
jarum-jarum tajam keputusan

di lorong ingatan

wajahmu samar
di langit berwarna terbakar

o sayap awan
bawa aku terbang

bawa aku melayang

dan lagumu mengisak pelan

di dada

yang tak lagi

remaja

Thursday, June 4, 2009

Aku rindu memetik


puisi-puisi cantik


di ujung-ujung rambut ikalmu

yang selalu memanggilku

dari bening mata maya

pada hari yang merah senja

Friday, May 29, 2009

(mungkin bukan) musim


bau kopi di carrefour


memikirkan laundry dan makan malam

nonton film atau tidur

menggantung mata dalam temaram


mungkin butuh kitab suci

membenahi yang lelah dalam sepi

atau bakar saja dupa

di depan pertigaan pasar bunga


R & B atau balada

pernah mabuk bersama

di suatu senja masa yang menua

barangkali abu-abu warnanya


jari-jari menggambar sesuatu

seperti daun ganja

maksudku daun canada

maksudku gambar di benderanya


jika ini musim

mari gugurlah saja

Thursday, May 28, 2009

X


ia begitu ingin dikenali

dalam rupa raut wajah pembunuh
sedang orang-orang
berlalu lalang seperti lengking lelaki
di tepi jalan, meneriakkan lagu-lagu
tentang kemaluan
yang jahanam


dan hujan tak pernah datang
tanpa mengetuk atap rumahnya
bagai tuts piano bergerak tanpa
jari-jari menekannya


ia begitu ingin dikenali
dalam kekalahan yang kesekian kali
sedang balon-balon
beterbangan warna-warni di gedung tinggi
mengejek angan yang melambung pergi
tak terkendali
tak terhenti
tak terdapati


lalu penonton setia
menatap dengan mulut menganga
di rumah-rumah sempit berkamar dua
sambil telanjang dada
dan mengipasi ketiaknya
sambil berpikir
untuk mengasihaninya
dengan membagikan kemiskinannya

Thursday, May 21, 2009

Ssshhh














jadilah dirimu sendiri

seperti ilalang mendongak ke langit
walau mendung mengancamnya
dengan tikaman jarum-jarum hujan
dari awan bergulung-gulung

tapi disana sini begitu banyak virus iri
dan kita tak pelak terkontaminasi

siapa bilang?
kau cuma berkaca dibawah cahaya semu
semestinya bercerminlah kau di sana
di tempat-tempat di bawah telapak kakimu
di dalam kantong-kantong kota yang
penuh sampah

tapi virus iri di situ lebih jahat lagi
ya, dan berhentilah meracuni jiwa kerdilmu ini
karna obatnya cuma lapang dada
tak perlu seluas lapangan bola
seuntai senyum syukur saja
rasa lega kan menjadi raja

kalau kau tak percaya
ya jadilah boneka dunia

sana

Wednesday, May 20, 2009

gu gu ga ga


memang malam kadang tak ramah

bagai gelungan rambut terabai
di tembok sewarna tanah
dan kaki-kaki mencuat
dari dalam keranjang sampah
dibalik kaca yang ditatapi
wajah-wajah mewah

raungnya teredam
dalam temaram lampu kota jahanam
menyebarkan bayang-bayang
ke pelosok-pelosok terang yang belum hitam

mari bermain boneka
keluar dari bibir kaya
suaranya seperti biola
bagi telinga yang papa

hujan rasa
boleh saja tak sempurna
tapi bahagia
semestinya rata
buat siapa saja


buat saja siapa

Friday, May 8, 2009

Note



dinding ini luruhkan merah

seperti rangkak sepatah

makna yang rekah


untuk suaramu

kutembus barisan gerimis syahdu

membasah tanah anganku

oleh hujan rindu


bibirmu kupu-kupu waktu

ketika sayap yang kukecup itu

meninggalkan rasa senja


pada jendela mataku

yang terus menunggu

kepak pulangmu



Wednesday, May 6, 2009

Gambar Hujan*













I
dengan rautnya, ia mengombak warna
menoreh garis-garis seperti
isakku yang sembunyi
di antara bata-bata dinding kamar


II
inginku bisu, baris
demi baris meluncur putus-putus
dari selengkung langit yang ia sebut
biru



III
jangan bertanya apa artinya
lihatlah, serupa rindu yang menjajah
dirinyapun kuyup basah


Penumbra


maka biarlah mengabur, tatkala

dadanya jauh dari debur,
mendung itu


b e
r
ge
l
a
nt
u
ng
a
n



di langit matanya
yang lelah terjaga
pasrah



: ia sedang ingin diam
dan menjadi
bayang-bayang

Friday, May 1, 2009

Friday Blues











: hatlov



aku memutuskan untuk tidak bersedih
dan menggunakan tissue di kamar mandi
untuk hal-hal lain yang kurang dramatis

dan syukurlah adikmu begitu manis
menghiburku dengan tulisannya yang sinis

tapi aku berharap kita sempat makan pizza
nanti atau besok pagi seusai
persiapanku untuk acara hari thalassemia
bersama kanak-kanak tak berdosa

karena ide-ide liarku melembek
di hadapan kalender yang mengejek
serta waktu dinding yang asing

aku tak peduli kita ke bandara
pakai motor atau taksi

changi cuma dua jam dari sini
tapi aku perlu perpanjang paspor,
buat npwp, bayar tiket dan uang saku
juga aku enggan menyabarkan dadaku
kalau kamu pakai bumbu cemburu

karena hatiku mungkin sudah biru-biru
ditudungi rasa sendu
yang terus-terus kutahan
tiap kali tanganmu kugenggam

Tuesday, April 28, 2009

Was



It was almost dark that day.
I remember the wind
touched my hair softly like unseen fingers.
My chest was heavy with uneasy air.
I was alone.

Few seconds later my feet brought me
to the quiet road, approaching a small, narrow kiosk.

There I bought it. A pack of kretek.


2 3 4


I choked. Yes, it tasted terrible for my first time.

Did not know how to do it like everyone else.



I pictured the smoke went down
through the tunnel
in my throat
and carried all the heavy air
from the depth of my chest
like an air balloon
that slowly flew out of my nostrils.



p
u
f
f


.
.
.
.


A strange relief.




Under the banyan tree.
My soul was in pieces,
like tobacco
inside a cigarette wrapper,
and life was a combination of bizarre sauces

that mixed with everything in it.



Awkward.


I lit it,
inhaled it
and let the smoke out.




p
u
f
f


.
.
.
.



Wish I had wings to fly through the smoke.












But I had not.