Thursday, August 20, 2009

. . . . .


bayangkanlah sebuah dinding putih memanjang

perlahan-lahan menguning lalu muncul sulur-suluran
beraneka hijau rekah kecoklatan
menggeliat dibelai angin yang datang
dari kejauhan

lalu kau berjalan disampingnya
mendengar suara-suara yang hanya
alam berkuasa membuatnya

desir,
dadamu seperti dialiri jam pasir
sampai terhenti di kolam jantung yang
menelannya dalam detak tertahan

(telapak kakimu meraba tanah berkerikil
berteriak, "berangkatlah,
berangkatlah tuan!")

kau tinggalkan jantungmu
beserta waktu yang tak lagi memburu

ini bukan kiamat
ini seperti ibadat

kau berjalan terus
memanjakan jiwa menembus lega
segala tenang yang didambanya

sampai sunyi membangunkanmu
di atas ranjang dalam kotak cermin
bening yang tak lebih sebuah ruang diri

bunyi yang kau pilih untuk pulang kepada nyata
adalah sebuah nama

dia yang berjaga diluar kelopak matamu
ketika akhirnya kau buka

(jantungmu pulang, ditempatnya semula ia berdetak
berseru "peluk tuan, peluk dia dan jangan lepaskan!")

No comments:

Post a Comment