Monday, September 14, 2009
Menyepuh Kelu
Bibirku ratusan burung,
Bercuit-cuit dihantar sore pulang ke carang pepohonan.
Kau menghadap monitor, seperti patung bersinar
Jarimu mengetik tuts-tuts, bagai orgen gereja.
Aku merajuk, melengos,
Membayangkan berteriak di rongga dadamu, bergema suaraku.
Kita telah melewati beberapa jembatan di bawah purnama,
Kadangkala aku ingin terjun saja ke sungai dibawahnya.
Menjadi ikan tak punya suara,
Meski mulut megap-megap menutup membuka.
Oktober bulan Maria, aku ingin berdoa kepada dia,
Biar dilapangkan dada menyimpan segala sesuatu rapi disana.
Ketika memejam mata wajahmu seperti bayang-bayang kabur,
Luruh pelan-pelan seperti daun jatuh di musim gugur.
Pada hari kau terbuka, aku menjadi angin bertiup lengang,
Maka bernapas lega rumah badai kita reda.
Memaafkanmu. Memahamimu.
Menyeberang jembatan ke musim berikutnya.
Dan kaki harap kita melangkah tanpa ragu,
Karena jejak lalu akan terkubur salju.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
saya mohon maaf atas semua kesalahan saya, yach…
ReplyDelete:)
hahaha, dimaafkan (padahal ga punya salah apa2).
ReplyDelete;D
puisi puisinya tajam,setajam pisau belati
ReplyDeletemenusuk lembut kerongga jiwa....
Onez peyot
Deletepuisinya bagus2!!
ReplyDeletePeyott
Deletepuisinya bagus bagus mas!!!
ReplyDeleteto Mas Ridwan: terima kasih mas.
ReplyDeleteSalam puisi,
Ingrid