Tuesday, December 18, 2007

Kantin Masih Tutup


*semangkuk ketupat

cuilan kerupuk
sarapan pagi*

tangan berusia duapuluhan, mengupas mangga
mulai bercerita

aku bungsu dari tujuh bersaudara, paparnya.
kakakku malaikat tua, kakakku yang satunya lagi
manusia sepertigapuluh dewa, kakakku yang satunya lagi
peri kawin muda, kakakku yang beberapa lagi
burung pipit kembar di udara, kakakku pas di atasku
seumurmu. ya, persisi sepertimu
yang mengunyah sambil nyanyi
lalu remah-remah di bajumu kau tiup
lalu ada tinkerbell sibuk mencatat
ingin-inginmu

juicer menjerit
kuning oranye dingin

dulu kerjaku merawat rumah sakit. mulai dari ngepel kamar mayat sampai membopong orang-orang yang dibawa ke ruang gawat darurat. pekerjaanku serabutan, tapi sangat menyenangkan, di dalam hati tentu saja. kadang-kadang aku juga bicara pada anak panti asuhan yang sakit diantar biarawati. biasanya mereka sangat pendiam, tapi aku tahu rahasia bahwa selalu ada sepasang sayap kecil di balik bajunya, dan mata malu-malunya yang kuyakin adalah lentera dari surga. sekarang tiap kali bertemu kemenakanku, aku langsung ingat mereka, kanak-kanak panti asuhan itu. tapi aku belum pernah mengunjungi tempat tinggal mereka.

jendela-jendela dibuka, ia mengambil tongkat pel,
melanjutkan bicara

pada malam yang sepi sekali, aku suka ketakutan dikeroyok mimpi. aku tak punya tinkerbell seperti kamu. aku punya nyamuk yang selalu berdenging dan tau-tau sudah menusuk-nusuk kulitku. aku selalu tak sabar menunggu pagi, mendengarkan puisi hari. membiarkan sayap-sayapku tumbuh lagi.

*batuk. leher seperti digaruk
sarapannya kenyang
tapi energi ini hilang*


December 2007

No comments:

Post a Comment