Tuesday, April 29, 2008

Setelah Reda



ini adalah sapuan kuas, mendekap aroma rupa:
wajah bulan melekat di dinding langit malam sajak
bernyanyi tentang angin ribut perempuan di belakang
rambut pada awal hari kendati tiada yang meski dibabati
karena masih pagi, tolonglah, masih pagi sekali tetapi ia tak
peduli di dalam tas kulitnya ada mantra dari kakek moyangnya
tentang cara singkirkan luka duka


ini adalah degup yang dibalut angin gunung senantiasa
sejuk sesekali menusuk bagai daging kata tertikam lidi kelapa tua
menganyam daun-daun kenangan silang menyilang di bawah
peraduan tempat gairah bersesah saling memagut membuat
selimut jadi kisut ketika tak penting lagi apakah kau aku kita
dia mereka berbeda


ini adalah batas antara sadar dan igau sebagai jembatan riak kalimat
membanjir tatkala hujan aksara meluap hingga ke tepi-tepi sepi
nan basah kenyataan lalu kata demi kata mencoba jadi pahlawan
meski tanda-tanda baca tergelincir tenggelam di dasar bebatu kelu


tebas!
dalam kurung potongan makna diganjal sebagai tumbal
sampai berjejal sepanjang gigir pinggir pikiran sewaktu terang
datang memberi warna sepuas-puasnya hingga semua
mengerang bersama sebelum diam selama-lamanya
dalam pigura kaca di galeri tua tanpa empunya.


No comments:

Post a Comment