Thursday, April 10, 2008
Kisah Kepodang
untuk hatib
I
sayapku masih sakit sehabis menabrak kurungan kayu
yang menyiksaku bermalamsiang lamanya
tapi kaki-kaki ini merasakan sensasi luar biasa
ketika akhirnya menjejak u d a r a
meski lemah aku ingin melampiaskan bahagiaku
dengan terbang sepuas-puasnya
inilah firdaus yang kurindukan,
yang menguasai setiap kedip mataku sejak waktu itu
ah, berapa lama sudah aku tak terbang
tapi mengapa mataku kini tak mampu melihat jauh
juga asap pekat ini mengganggu nafasku
mengapa pula firdausku tak berdaun lagi
atau ini bukan firdaus
aku hanya harus terbang lebih jauh lagi
oh tetapi di mana aku bisa mendapatkan biji-bijian
dan air dan sesuatu yang teduh dan rindang
aku mulai kepanasan
dan lapar ini membuatku semakin lemah
aku lelah
aku terbang sedikit rendah
tampaknya pohon di sana cukup gagah
untuk berteduhku
istirahatkan sayap-sayapku
pohon yang aneh
tak berdaun tapi rindang
tak seperti kurunganku
tapi oh..
aku melihat sosok seperti diriku
oh, di sebelahnya juga
oh, di sebelahnya lagi
oh, banyak sekali
hai teman-teman
apakah kalian di dalam sana?
hai
apakah kalian punya makanan?
hai
bolehkah aku bergabung dengan kalian?
hai
apakah kalian mendengarku?
hai, hai, hai
aku berteriak lebih kuat lagi
II
mula-mula kami mengira itu bunyi ringtone hape terbaru
suaranya seperti menyulap gedung ini
menjadi hutan rindang yang nyaman
cuit! ciuit! coeit! kicaunya merdu menggema
di ruang, di tangga, di lift, di jendela,
di mana asal suaranya ?
cuit! cuiut! ciuuiut!
bunyi berpindah dari selatan ke utara
dari lantai satu ke lantai lima
dan kami dapati dia
berbulu kuning dengan beberapa garis hitam
paruhnya merah tua
ia terbang gelisah memandang ke dalam bangunan
atau mungkin asik mematut diri di kaca-kaca
ah, kami terpana:
indah sekali dia, merdu pula suaranya
buka jendelanya!
tangkap! tangkap!
pasca, 10April08
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment