Friday, April 4, 2008
Catatan Sore: Hanya Karena
Buat Kamu
Hanya karena aku tak bisa mengirim layanan pesan pendek
sedangkan surat elektronik sungguh membosankan dan
pesan offline pada YM membuatku tak berselera apalagi pesan
lewat facebook atau menjerit-jerit di wall-mu kupikir
merupakan tindakan sia-sia.
Akhirnya aku tiba di ujung pekan dan akan merenangi waktu
menuju ke minggu yang baru dan tak bisa pulang ke hari-hari
yang lalu. Seperti serial film televisi, setiap kali ada yang berbeda
pun ada yang tetap sama dari cerita ke cerita.
Misalkan orang-orang yang teramat baik di sekelilingmu
menjadi sangat menjengkelkan di mata, hati dan pikiranmu
hanya karena kamu sedang tidak ingin diganggu
atau sedang terburu-buru mengerjakan sesuatu yang
begitu berharga bagimu. Sesuatu yang akan membuatmu pergi
ke tempat yang baru. Sesuatu yang membuatmu
meninggalkan sesuatu yang lain.
Kemarin ketika berjalan kaki sendiri sambil menengadah
ke langit mendung, aku mendengar nyanyian dari
toko vcd bajakan yang kulewati, tentang mereka yang
pergi dan kembali. Lalu aku memikirkan mereka yang
kembali untuk pergi lagi.
Adakah kita yang pernah benar-benar tinggal?
Aku teringat siang-malam yang menyayat seluruh jiwaku
ketika aku tercampak ditinggalkan dan tak bisa
menerjemahkan rasa kehilangan selain dengan
meraung sedalam-dalamnya ke dalam diriku sendiri.
Berharap kenyataan sepahit itu tak pernah terjadi
kepadaku. Berharap itu hanya mimpi, berharap penjara
perasaan sekejam itu segera membebaskanku.
Tapi tak bisa.
Aku menggelepar kelelahan seperti lemah dan kalah
lantas dilempar terguling-guling pada tebing cadas
dan tetap harus hidup karena belum waktunya mati.
Setelah itu kau tahu, aku menggigil.
Seluruh tubuh hingga nyawaku bergetar hebat oleh hawa dingin yang
sepi. Sepi sekali. Kukira aku akan gila atau sakit. Tapi tidak.
Aku hanya kedinginan dan k e s e p i a n. Aku merasa sangat
sendirian. Aku ingin seseorang memelukku, hanya untuk menampung
beban-beban sunyi di diriku, menularkan hangatnya kepadaku.
Tapi aku berakhir dengan tertidur.
Dan bangun dengan mataku yang sembab bengkak.
Yang masih sangat mudah berair lagi bahkan hanya dengan teringat
bagaimana aku menangis sebelumnya, atau bagaimana keadaanku.
Dan seterusnya
dan seterusnya.
Lalu pada suatu hari yang baik-baik saja aku akan mengenangnya
sambil tertawa kecut atau kadang terkejut karena
dadaku tiba-tiba saja sesak beberapa saat karena kenangan itu.
Kemarin ketika berjalan kaki sendiri sambil menengadah
ke langit mendung, aku merenungi tentang mereka yang
pergi dan tak kembali, tentang kamu yang
kembali lalu pergi lagi, tentang aku yang tak mau lagi
kedinginan dan kesepian karena ditinggalkan.
Kemudian aku menuliskannya saat sendiri dalam sebuah ruangan
yang sejuk ketika abu-abu adalah warna langit yang
terlihat dari jendela dan dedaunan pohon bergerak-gerak
oleh yang lebih berat dari sekedar angin.
Ya. Di luar hujan. Semuanya basah. Basah semua.
Hmhhh.
Jogja, April 08
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Damn... I like this poem... I really...really like this poem... Damn...
ReplyDelete:malaikat kecil
Sendiri, berkabung tentang orang-orang yang pergi...
Biarkan mereka pergi, mungkin mereka hanya ingin pergi, tak terganggu
hingga kelak mereka kembali...
Katakan pada mereka yang pergi lalu kembali...
Katakan,
kau bosan sendiri...
kau b o s a n...
Salam...:)
dan hujan kembali turun membasahi rumahku
ReplyDeletedan hujan pun jua turun membasahi hatiku..-hujan di hatiku, Netral-