Monday, March 3, 2008

Nema


Jangan tinggalkan aku. Langkah kakimu seperti keriut bambu. Dalam goa sempit ini aku tertidur dan terbangun, begitu seterusnya. Tiap kali kau datang terengah setelah mendaki tangga hari, lelumutan di dinding jiwaku berkilau-kilau biru. "Aku rindu hujan", seruku. "Kubawakan gerimis" jawabmu sambil menyodorkan kesegaran nikmat yang selalu kuidamkan. Lalu kita membentangkan kenyataan, dan seringkali kau taburi bunga-bunga mimpi. Itu membuatku tak takut lagi gelap jaman karena katamu halilintar selalu menyuburkan tanah harapan dan mimpi-mimpi mekar bisa dipetik menjadi kenyataan. Lihat, aku siap pergi setiap saat menyongsong matahari. Tapi sayapmu belum selesai, kadang-kadang mereka bersinar teramat terang membuatku melonjak kegirangan, tetapi sesekali percik cahayanya laksana batu menjatuhi mataku. Dan kau segera meminta maaf seluas malam, mengungkungku dalam dingin diam hingga pagi datang. Coba dengar, air yang terjun dari akar kokoh langitku ini persembahan buatmu, memanggilmu untuk selalu pulang padaku.


*dari Selarong, 020308*

No comments:

Post a Comment