Wednesday, January 23, 2008

Melihat Kisah


ruang icu:
tubuhnya layu, setipis daun kering pilu tertutup selimut warna salju.
infus, selang, tabung oksigen terhubung padanya
seperti dahan dahan perkasa
menopang segala kerapuhan ranting ranting sakitnya.

ambarawa-ungaran:
halo, kami dalam perjalanan. bagaimana keadaannya sekarang?
oke. baik baik disitu yaa, sampai nanti.

ruang icu:
anak lelaki itu menatap bisu ibunya. ia elus tangannya,
ia mainkan jarinya, ia taruh kepala di tepian tempat tidurnya.
sepi.

ungaran-semarang:
gadis kecil itu menerawang keluar jendela mobil. semua terasa lambat.
udara panas. langit pucat. nafas sesak, seperti ada batu yang
makin lama makin besar siap meledak. berapa tahun lagi sampai?
lama sekali. apa kakak menjaga ibu dengan baik,
apa ibu marah aku tak berada disisinya saat ia sakit?
apa keadaan bisa membaik?

ruang icu, rumah sakit semarang:
sprei putih bersih, semua tertata rapi.
suster datang, memanggil anak yang perempuan,
mengajak bicara pelan.
ibunya meninggal siang tadi, saat kakak menjaganya sendiri.

benar benar basah. hujan tumpah dari langit hatinya. ia ingin mengamuk. ia ingin memukul siapa saja agar mereka punya sedih yang sama dengannya. di rumah, gadis kecil itu bertemu kakaknya. tak ada kata. di depan jenazah, jiwa mereka menyerah, tenggelam dalam tangis kehilangan.


ditulis 23 Maret 2007

No comments:

Post a Comment