Monday, July 7, 2008

Gadis Yang Memanjat Ke Langit


Suatu pagi beberapa gadis muda meninggalkan desa tepee
untuk mengumpulkan kayu api. Diantara mereka terdapat
Sapana, gadis tercantik di desa, dan dialah yang pertama kali
melihat landak duduk di kaki sebuah pohon cottonwood tinggi.
Ia berteriak kepada teman-temannya: "Bantu aku menangkap
landak ini, dan aku akan membagi durinya pada kalian."

Sang landak bergerak memanjat lebih tinggi,
namun dahan pohonnya dekat dengan tanah
dan Sapana dengan mudah memanjatnya.
"Lekas," serunya, "Landak itu memanjat semakin tinggi.
Kita harus menangkap agar durinya bisa digunakan untuk
menjahit moccasin* kita." Ia mencoba memukul landak itu
dengan kayu, tapi landak itu memanjat semakin jauh dari
jangkauannya.

"Aku mau duri-duri itu," kata Sapana. "Jika perlu, aku
akan mengikuti landak ini sampai ke puncak pohon."
Tapi setiap kali ia memanjat, sang landak selalu lebih tinggi
darinya.

"Sapana, kamu memanjat terlalu tinggi," salah satu
temannya memanggil dari bawah. " Sudahlah, turun saja."

Tetapi ia terus memanjat, dan ia merasa pohon
itu terus memanjang ke langit. Ketika ia mendekati
puncak pohon itu ia melihat sesuatu di atasnya,
kokoh seperti tembok, namun bersinar. Itu adalah langit.
Tiba-tiba ia menemukan dirinya berada ditengah-tengah
lingkaran tenda-tenda. Pucuk pohon telah hilang,
dan sang landak telah berubah
menjadi seorang laki-laki tua berwajah jelek.

Sapana tidak menyukai tatapan lelaki-landak itu,
namun ia bicara dengan baik kepadanya dan mengantarnya
ke tepee, tempat tinggal ayah ibunya.
"Aku telah mengawasimu dari jauh," katanya.
"Kamu tidak hanya cantik tapi juga tekun.
Kita harus bekerja sangat keras di sini, dan aku mau kamu
menjadi istriku."

Sang lelaki landak langsung menyuruhnya bekerja sejak
saat itu. Menggosok dan menggaruk kulit kerbau dan
membuat jubah. Pada petang hari, Sapana keluar dari tepee
lalu duduk sendiri dan memikirkan bagaimana caranya
supaya ia bisa kembali ke rumah. Segala yang ada
di dunia langit berwarna coklat dan abu-abu, dan ia merindukan
hijau pepohonan dan rerumputan di bumi.

Setiap hari sang lelaki landak pergi berburu,
membawa pulang kulit landak untuk di kerjakan Sapana,
dan di pagi hari ketika lelaki itu pergi, Sapana bertugas
untuk menggali lobak liar.
"Ketika engkau menggali akar-akaran, berhati-hatilah,
agar tidak menggali terlalu dalam," lelaki itu memperingatkannya.

Suatu pagi Sapana menemukan sebuah lobak
yang luar biasa besar. Dengan susah payah ia mencoba
mengumpil dengan kayu penggalinya, dan ketika ia mencabutnya
ia terkejut bahwa itu adalah lubang yang membuatnya bisa melihat
ke bawah, ke bumi hijau. Jauh di bawah ia melihat
sungai-sungau, pegunungan, lingkaran tepee dan orang-orang
berjalan-jalan.

Sapana kini tahu mengapa si lelaki landak memperingatkannya
untuk tidak menggali terlalu dalam. Karena ia tak ingin lelaki itu tahu
bahwa ia telah menemukan lubang di langit, dengan hati-hati ia
mengembalikan lobak tersebut. Dalam perjalanannya kembali ke tepee
ia memikirkan cara untuk turun kembali ke bumi.

Hampir setiap hari si lelaki landak membawa kulit kerbau
untuk ia kerjakan menjadi jubah. Saat membuat jubah, selalu ada
sisa helai urat, dan ia menyimpan helai-helai tersebut
di bawah tempat tidurnya.

Ketika dirasa cukup, Sapana membuat tali yang panjangnya
cukup untuk mencapai bumi. Suatu pagi setelah si lelaki landak
pergi berburu, ia mengikat seluruh tali tersebut dan pergi
ke tempat ia menemukan lobak besarnya dulu. Ia mengeluarkan
lobaknya dan menggali lubang yang lebih besar agar cukup untuk
tubuhnya. Ia meletakkan kayu penggalinya melintang dan mengikat
ujung tali kulit di tengah-tengahnya. Lalu ia mengikat ujung tali
yang satunya ke tubuhnya sendiri. Perlahan ia menurunkan tubuhnya
dengan membuka gelungan tali.

Waktu berlalu hingga ia sudah cukup jauh ke bawah danbisa melihat
pucuk-pucuk pepohonan dengan jelas, namun ia juga tiba di ujung talinya.
Talinya kurang panjang untuk mencapai tanah dan ia tak tahu apa yang
harus ia lakukan.

Ia bergelantungan lama, berayun ke belakang dan ke depan
di atas pepohonan. Sayup-sayup di kejauhan ia dapat mendengar
anjing menyalak dan suara-suara orang di desa tepeenya, namun
orang-orang terlalu jauh untuk bisa melihatnya.

Setelah beberapa saat, ia mendengar suara dari atas. Talinya
berguncang sangat keras. Batu-batu meluncur dengan cepat
dari atas menjatuhinya, dan ia mendengar si lelaki landak
mengancam akan membunuhnya jika ia tidak memanjat
kembali ke atas. Batu-batu berdesing di telinganya.

Pada saat itu seekor Elang terbang berkeliling di bawahnya.
"Kemari dan tolonglah aku," ia memanggil Elang itu.
Burung itu meluncur di bawah kakinya beberapa kali,
dan Sapana bercerita tentang apa yang terjadi padanya.

"Naiklah ke punggungku," kata Elang itu,
"dan aku akan membawamu ke bumi."

Ia menaiki punggung sang burung.
"Kamu siap?" tanya Elang.

"Ya," jawab Sapana.

"Lepaskan saja talinya," perintah sang Elang.
Ia mulai terbang turun, namun Sapana terlalu
berat untuknya, dan ia meluncur ke bumi terlalu
cepat. Ia melihat seekor Rajawali terbang di bawahnya.

"Rajawali," teriaknya, "bantu aku mengantar gadis ini
kembali ke orang-orangnya."

Sang Rajawali terbang dengan Sapana di punggungnya
sampai Sapana bisa melihat tepee keluarganya dengan
jelas di bawahnya. namun Rajawali mulai kelelahan,
dan Elang harus membawa Sapana kembali ke punggungnya.

Elang meluncur begitu cepat melalui pepohonan dan mendarat
tepat di luar desa Sapana. Sebelum Sapana sempat berterima
kasih, sang Elang telah terbang kembali ke langit.

Sapana beristirahat beberapa saat dan mulai berjalan pelan
sekali ke tepee orang tuanya. Tubuhnya begitu lemah dan ia
sangat kelelahan. Di jalan ia melihat seorang gadis berjalan
ke arahnya. "Sapana!" jerit gadis itu. "Kami pikir kamu sudah mati."
Gadis itu membantunya berjalan ke tepee.

Mula-mula ibunya tak percaya bahwa itu adalah anak perempuannya
yang kembali dari langit. Lalu ia membentangkan lengan, memeluknya
menangis.

Berita tentang kepulangan Sapana menyebar sangat cepat ke seluruh
desa, dan setiap orang datang untuk menyambutnya.
Ia bercerita kepada mereka tentang kisahnya, khususnya
kebaikan yang telah ia terima dari Elang dan Rajawali.

Sejak itu, setiap orang-orang sukunya melakukan perburuan besar,
mereka selalu melepaskan satu ekor kerbau untuk dimakan
oleh Elang dan Rajawali.



Kuterjemahkan dari The Girl Who Climbed to the Sky
http://www.indians.org/welker/heron.htm

1 comment:

  1. Puaaanjang banget artikelnya ?? Koq gak dilipat saja pake ...read more ... atau ... selanjutnya ... biar nampak lebih simple di liat nya ! salam ...

    ReplyDelete