Thursday, June 19, 2008

Mooin, Sang Anak Beruang

Pada zaman dahulu kala
hiduplah seorang anak lelaki bernama Sigo.
Ayahnya telah wafat ketika ia masih bayi.

Karena Sigo masih terlalu kecil untuk pergi berburu
dan menyediakan makanan bagi keluarganya di wigwam,
ibunya diharuskan untuk menikah lagi. Suami ibunya adalah
seorang lelaki pencemburu, pendengki
yang tidak suka pada anak tirinya karena ia pikir sang istri
lebih peduli pada anaknya dibanding dirinya.
Ia lalu berencana untuk menyingkirkan
anak laki-laki itu.

"Istri," katanya, "ini saatnya anak itu belajar sesuatu
tentang hutan. Aku akan membawanya berburu
bersamaku hari ini."

"Oh tidak!" jerit istrinya. "Sigo masih terlalu kecil!"

Tapi sang suami menyambar Sigo dan membawanya ke hutan.
Ibunya menangis karena tahu kedengkian di hati suaminya.

Ayah tiri itu tahu sebuah gua di tengah hutan,
yang menuju ke bukit berbatu. Ia membawa Sigo ke situ
dan menyuruhnya masuk ke dalam untuk mencari jejak kelinci.
Sigo menolak.

"Di dalam sana gelap. Aku takut."

"Takut!" cemooh ayah tirinya. "Kau akan jadi pemburu yang baik,"
dan dengan kasar ia mendorong Sigo ke dalam gua.
"Tetap di dalam sana sampai kuijinkan kau keluar."

Ayah tiri itu lalu mengambil galah dan menggunakannya
untuk mengungkit sebuah batu besar sehingga batu itu berguling
dan menutupi seluruh mulut gua.
Ia sudah tahu tak ada jalan keluar lain.
Anak itu ia masukkan untuk alasan yang baik
dan akan segera mati kelaparan.

Si ayah tiri meninggalkan tempat itu,
berencana akan memberitahu istrinya bahwa anaknya tidak patuh
lalu lari dan hilang, dan ia tak berhasil menemukannya.
Ia tidak akan pulang untuk sementara waktu,
seolah-olah sedang mencari anak itu.
Ia juga berencana akan menghabiskan waktunya
di pantai Blomidon dan mengumpulkan batu-batu ungu Glooscap
untuk dibawa pulang sebagai persembahan damai bagi istrinya.
Istrinya mungkin akan curiga, tapi tak ada yang bisa dibuktikan
dan tak seorangpun akan tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.

Tak seorangpun? Sudah ada satu yang tahu.
Glooscap sang Pemimpin Agung sudah tahu apa yang terjadi
dan ia marah, sangat marah. Ia menancapkan tombak agungnya
ke batu merah Blomidon dan pecahannya meretak.
Tanah dan bebatuan berjatuhan ke bawah, ke bawah, terus ke bawah,
ke pantai, mengubur si ayah tiri yang jahat
dan menyebabkan ia langsung mati.

Lalu Glooscap memanggil pelayannya yang setia, sang Landak,
dan memberinya perintah untuk melakukan sesuatu.

Di dalam gua di dinding bukit, Sigo menangisi kesendirian
dan ketakutannya. Ia hanyalah seorang bocah berusia enam tahun
dan ia menginginkan ibunya. Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara.

"Sigo! Lewat sini."

Ia melihat dua mata berkilau dan segera menuju ke situ dengan gemetar.
Mata itu menjadi semakin besar dan terang
dan akhirnya ia bisa melihat bahwa itu adalah mata seekor landak tua.

"Jangan menangis lagi, anakku" kata Landak.
"Aku di sini untuk menolongmu," dan Sigo tidak takut lagi.
Ia melihat Landak berjalan menuju mulut gua
dan berusaha mendorong batunya, tetapi batu itu terlalu berat.
Landak memasukkan bibirnya ke celah tipis di antara batu besar
dan dinding bukit lalu berteriak :

"Teman-teman Glooscap! Kemarilah kalian semua!"

Binatang-binatang dan burung-burung mendengar itu
maka berdatanganlah Serigala, Rakun, Karibu, Kura-kura,
Posum, Kelinci, dan Tupai, dan segala jenis burung
mulai dari Kalkun hingga Burung Kolibri.

"Seorang anak laki-laki ditinggal di sini agar mati,"
teriak Landak tua dari dalam gua.
"Aku tak cukup kuat untuk mendorong batunya.
Tolonglah kami atau kami akan mati."

Seluruh hewan menjawab bahwa mereka akan mencoba.
Mula-mula Rakun maju dan mencoba
melingkarkan lengannya ke batu, namun lengannya terlalu pendek.
Lalu Serigala maju dan menggigit serta menggaruk batu besar itu,
tapi malah bibirnya berdarah. Lalu Karibu maju ,
menjulurkan tanduknya ke celah dan mencoba mengumpil batunya
tetapi salah satu tanduknya menjadi patah.

Tak ada gunanya. Akhirnya mereka semua menyerah,
tak mampu menggerakkan batu besar tersebut.

"Kwah-ee," terdengar suara baru. "Apa yang terjadi?"

Mereka menoleh dan melihat Mooinskw,
yang berarti beruang perempuan, yang datang tanpa suara
dari dalam hutan. Beberapa hewan kecil ketakutan dan bersembunyi,
namun yang lain bercerita apa yang terjadi kepada Mooinskw.
Ia langsung memeluk batu besar di mulut gua itu
dan mengangkatnya dengan seluruh kekuatannya.
Diiringi gemuruh dan debum, batu besar itu bergeser.
Keluarlah Sigo dan Landak, dengan gembira.

Landak menguucapkan terima kasih kepada seluruh hewan
dan berkata, "Sekarang aku harus mencari seseorang
yang bisa mengurus dan membesarkan anak ini.
Makananku bukanlah yang terbaik untuk dia.
Mungkin ada di antara kita di sini
yang makanannya lebih sesuai untuk dia.
Anak ini lapar--siapa yang akan memberinya makan?"

Mereka serempak berpencar mencari makanan.
Burung Robin yang pertama kembali membawa makanan.
Ia segera meletakkan cacing-cacing di hadapan Sigo,
tetapi ia menggelengkan kepalanya.

Yang lain membawakan biji-bijian dan serangga,
tetapi Sigo, meskipun sangat lapar, tak sanggup menyentuh satupun
dari makanan itu. Akhirnya datanglah Mooinskw
dan memberikan sepotong kue datar yang terbuat dari buah blueberry.
Sigo segera mengambilnya dan makan dengan lahap.

"Oh, enak sekali ini," teriaknya. Dan Landak mengangguk dengan bijak.

"Mulai saat ini," katanya, "Mooinskw akan menjadi ibu angkat anak ini."

Maka Sigo tinggal dengan para beruang.
Selain Ibu beruang, ada juga dua anak beruang laki-laki
dan seorang anak beruang perempuan.
Mereka semua senang mempunyai saudara laki-laki baru
dan mereka segera mengajari Sigo segala permainan
dan rahasia hutan mereka. Sigo sangat bahagia dengan keluarga barunya.

Perlahan-lahan ia melupakan hidupnya yang lama.
Bahkan wajah ibunya mulai mengabur dalam kenangan
dan ia sering berjalan dengan kaki-tangan
persis seperti beruang, dia hampir berpikir bahwa dirinya
adalah seekor beruang.

Pada suatu musim semi ketika Sigo berusia sepuluh tahun,
para beruang pergi mencari ikan kecil.
Mooinskw berjalan menuju ke air, lalu duduk dan mulai menangkap
dan meletakkan ikan-ikan kecil di tepi sungai untuk anak-anaknya.
Semua sedang bergembira ketika tiba-tiba Mooinskw melompat
keluar dari air dan berteriak, "Ayo anak-anak, bergegas!
Ia mencium kedatangan manusia. "Lari selamatkan diri kalian!"

Ketika anak-anaknya berlari, ia berjaga di belakang mereka,
melindungi mereka, hingga akhirnya mereka aman sampai di rumah.

"Hewan apa itu Ibu?" tanya Sigo.

"Itu seorang pemburu," jawab ibu angkatnya,
"seorang manusia seperti dirimu sendiri, yang membunuh beruang
untuk dimakan." Dan ia memperingatkan mereka
untuk sangat berhati-hati mulai saat itu.
"Kamu harus selalu lari pandangan atau penciuman seorang pemburu."

Tak lama sesudah itu, keluarga beruang tersebut
pergi bersama keluarga beruang lain untuk memetik blueberry
untuk persediaan musim dingin.
Beruang terkecil segera merasa lelah dan kakaknya
segera punya pikiran usil.

"Tangkap aku di antara kerumunan," perintahnya kepada Sigo,
"seperti manusia ketika mereka berburu beruang.
Yang lain akan ketakutan dan lari.
Lalu kita bisa memetik semua berry itu untuk kita sendiri."

Maka Sigo mulai mengejar kedua saudara laki-lakinya
di antara beruang-beruang lain, berteriak kencang,
dan serempak seluruh beruang berlari terpencar ke segala arah.
Seluruhnya, kecuali ibu beruang yang mengenali suara anak angkatnya.

"Anak-anak Lox!" raungnya.
"Kenakalan apa yang kalian lakukan sekarang?"
Dan ia mengelilingi anak-anaknya
dan memukul mereka semua dengan keras, termasuk Sigo.

Demikianlah matahari melintasi langit setiap hari
dan siang menjadi semakin pendek.
Ibu beruang berhasil membawa keluarganya
untuk bernaung selama musim dingin
di sebuah pohon hollow yang luas.

Selama setengah musim dingin mereka hidup bahagia
dan aman dengan banyak persediaan kue blueberry
agar mereka tak lapar.

Lalu pada suatu hari yang sedih,
para pemburu menemukan pohon itu.

Karena melihat guratan cakar di batangnya,
para pemburu menduga ada beruang di dalamnya
dan mereka bersiap mengasapi para beruang
agar keluar dari sana.

Mooinskw sangat tahu apa yang akan terjadi dan
bahwa tidak semua akan dapat menyelamatkan diri.

"Aku harus keluar duluan," katanya,
"dan menarik perhatian mereka, sedangkan kalian berdua
lompat keluar dan lari. Lalu kamu, Sigo, tunjukkan dirimu
dan memohonlah agar adik perempuanmu dibebaskan.
Mungkin mereka akan membebaskannya demi kamu."

Maka demikianlah terjadi seperti yang dikatakan Ibu beruang
yang baik dan berani tersebut. Begitu ia keluar turun dari pohon,
para Indian menembaknya mati, tapi kedua anak lelaki beruang
berhasil menyelamatkan diri. Lalu Sigo berlari keluar, berseru:

"Aku manusia, sama seperti kamu.
Bebaskan beruang kecil perempuan ini, ia saudara angkatku."

Para Indian yang terpana meletakkan panah dan tombaknya,
dan waktu mereka mendengar cerita Sigo, mereka dengan senang hati
membebaskan beruang kecil perempuan, adik angkatnya
dan menyesal karena telah membunuh Mooinskw
yang telah begitu baik terhadap seorang anak Indian.

Sigo menangisi jenazah ibu angkatnya dan ia membuat
sebuah sumpah setia.

"Mulai sekarang dan seterusnya, aku akan disebut Mooin,
sang anak lelaki beruang. Dan ketika aku besar, dan menjadi
seorang pemburu, aku tak akan pernah membunuh ibu beruang
atau anak-anak beruang!"

Dan Mooin menepati janjinya.

Bersama saudara angkat perempuannya, Sigo kembali ke desanya,
ke ibu Indiannya yang menjadi sangat bahagia, yang merawat anak
beruang perempuan itu dengan penuh rasa sayang sampai ia cukup
umur dan mampu mengurus dirinya sendiri.

Dan sejak saat itu, jika orang Indian melihat asap keluar
dari dalam pohon hollow, mereka tahu bahwa ibu beruang
sedang di situ, memasak makanan untuk anak-anaknya,
dan para Indian tak akan mengganggu pohon itu.

Begitulah, kespeadooksit--akhir cerita.


kuterjemahkan dari : Mooin, the Bear's Child
(http://www.indians.org/welker/mooin.htm)


No comments:

Post a Comment