Tuesday, October 27, 2009
rosari hari
tak pernah durhaka langit pada
pucuk ilalang yang setia mendongak
menegak doa meminta berkah
kesuburan cinta setia dari mata hujannya
seperti halnya jiwaku yang pernah karam
di lautan tak bertuan, diseret ombak
pulang ke pantai perenungan
memasir kesabaran putih terhampar bersih
di kaki nyiur mimpi yang tak pernah berhenti
menari bersama angin yang kadang menghempasnya
keras sekali, ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang
seperti halnya nyawaku yang teguh bertahan
sebanyak jumlah surya harap terbenam di dasar dada
dan menerbitkannya lagi setiap pagi
Sunday, October 25, 2009
Kesepian itu memekakkan telinga
Sampai yang kau kira degup langkah itu
Jantungmu sendiri, menjadi kawan debar.
Air mata mungkin sungai yang disurutkan kemarau
Meninggalkan kerikil cerita mengering di dasarnya.
Kesepian menjelma juga di sungai itu
Dia terik yang memanggang menyilaukan
Kau yang terluka kaki dan harus terus berjalan
Jangan biarkan panas itu membakarmu
Tapi apikah matamu
Karena hujanlah kesepian itu.
24 Sept 09
Tuesday, October 20, 2009
Hatlovku
di ujung tingkap rumah angin
kupasang sebentuk giring-giring
biar berdenging jauh memberi tanda
bahwa pulangmu tiba
Monday, October 19, 2009
Mimpi Sebuah Kota
Friday, October 16, 2009
empat baris saja
Di atas bukit berdiri seorang perempuan mengunjungi kekasihnya
Seorang pria yang tinggal di gubuk reyot tiada tara
Angin bisa memporak-porandakan dengan hembusannya.
Tetapi perempuan itu memporak-porandakan hanya dengan kata.
Thursday, October 15, 2009
Hura-hura Makna
sebab seekor anjing menggigit bunga di moncongnya
dan tersenyum binar-binar mata bintang mengedipi
hati yang malam karena gelisah menyelinap
di angin-angin basah datang berbaris bersama gerimis
sewaktu lelaki itu menggunting janggutnya di depan cermin
aku juga tak mengerti
semua bentuk yang kau kira nyata
segala datang dari kata
dari kata
dari kata kita pulang kesana
karena raksasa sunyi besar yang lapar
rakus akan segala memakan kata
memakan dunia
di dalam kepala
yang menua
oleh bising, oleh asap masa lalu yang membuatmu
terbatuk-batuk selalu kala senyap mengancammu
sejak jarum-jarum itu berdetak menentukan waktu
menjadi hantu dalam jantung kalimatmu
lalu laut
dimana kau berteriak
menggulung suaramu ke dalam ombak
menjilati kaki pantai kekasih
menjadi perahu berlayar syair
mengarungi biru menebak sejauh mana
c
a
k
r
a
w
a
l
a
itu
dan pendarkan saja matahari dari dadamu
lalu terbenam sesudah angka enam berkedip
di lengan-lengan lamunan
memberi tanda
bahwa segalanya
akan baik-baik saja
Monday, October 12, 2009
bukan dari kepalaku tapi angin berisik di senin pagi itu
karena jubah malam terlalu pendek
untuk kita tarik menyelimuti igauan-igauan akhir pekan
yang terlihat hanya permen segala rasa di dalam
setoples bergambar kuda bersayap bulan
kutekan tombol karet berangka
kubicara pada suara dalam kotak lubangnya
kuletakkan kembali ke tempat semula
kuusir dengung suara yang masih di telingaku
biar pergi sejauh-jauhnya
dari seninku
untuk kita tarik menyelimuti igauan-igauan akhir pekan
yang terlihat hanya permen segala rasa di dalam
setoples bergambar kuda bersayap bulan
kutekan tombol karet berangka
kubicara pada suara dalam kotak lubangnya
kuletakkan kembali ke tempat semula
kuusir dengung suara yang masih di telingaku
biar pergi sejauh-jauhnya
dari seninku
dunia ini tetapi
pulau-pulau semu mengapung renung
secuil demi secuil
kita meremah sepanjang kering jalan berbatu
biarlah kagummu mendesau
dalam ragu tanya malu acuh
kaki mendepak debu disekujur tubuh kalimatku
dan teruhuk lah wahai kau sang ingin tahu
"permisi"
suara samar di pintu telinga
"kukembalikan mimpi yang kau bakar di lidah matahari
ia membeku tak mengabu
dan minta pulang kepadamu"
Thursday, October 8, 2009
Self Shadow
demikianlah ia pergi sembunyi
dari bayangannya sendiri
hidup seperti ribuan novel
dibacakan secara bersamaan
sedang ingatannya harus memilah di sana-sini
siapa mengapa oleh karena apa di mana
maka sering berdatanganlah wajah-wajah
ke dalam mata pejamnya yang terlalu lelah
untuk mengingat serangkai huruf membentuk nama
enyahlah,
sahutnya tak berdaya
di dalam pejamnya itu apapun bisa terjadi
mulai penyihir yang mendatangkan gajah dari atap rumah
sampai perempuan yang mengail mimpi dengan rambutnya
di sepanjang sungai harapan yang mengering mati
dan ia mencoba berlari dari gema yang dibawanya dalam
ketaksadaran hingga matanya pulang ke udara nyata
terengah-engah
tapi bayangannya terus mengikuti
Tuesday, October 6, 2009
Warna Temaram
sambil memegang lentera aku menunggu
di bawah teras kayu beratap bambu
mataku melihat jauh ke dalam kegelapan
di antara rumpun pepohonan di ujung penghabisan
setapak itu
katamu kau mengoleh-olehiku berlapis rindu
sebelumnya angin membawa wangi tubuhmu
membawa desah nafasmu
membawa lembut sentuhanmu
membawa hangat pelukanmu
adakah kau tahu
resah yang mencakar-cakarkan namamu
di dinding dadaku?
waktu menengadah kulihat langit membuka pasrah
seperti layar basah yang transparan
bernama malam
berwarna temaram
lalu kau datang merengkuhku
dan kita melebur di temaram itu
dengan lagu-lagu sendu dalam selimut rindu
Monday, October 5, 2009
sebuah sore di ruang kepala sendiri
Friday, October 2, 2009
Enggak
enggak
aku cuma
kebanyakan nonton film
ngemil buku
menenggak segalon libur
begadang mimpi
mabuk kata
Subscribe to:
Posts (Atom)