Tuesday, November 4, 2008

Meretih


aku mencatat air mata menetesi ranjangmu yang pendiam

sehabis kau gembok pintu dan memadamkan lampu
agar dukamu sempurna dalam gelap semata
ketika derik roda dan seretan langkah malam
menjadi latar belakang sayup-sayup tangisanmu pelan
maka bagaimana kulukiskan kesedihan
jika warna yang kau beri hanya hitam
sesudah bangunan mimpi yang terdiri dari balok-balok doa itu
terguncang oleh dentuman bongkah aturan yang berjatuhan
menimpa tanah harapan dengan bunyi yang melesak ke dasar dada
tapi suaraku tertahan hujan dari balik kaca jendela
kala kulihat bayanganmu mengendap-endap di dinding ingatanku
pada sebuah musim yang penuh guguran daun-daun waktu

betapa ingin kurengkuh kau selalu ke dalam pelukku
sejak saat itu

No comments:

Post a Comment