bahumu yang diam, hendak kuajak bercakap
tentang puisi yang tersesat di antara gunung dan pantai
berdiri gemetar sendiri kehilangan jalan pulang dengan
kaki telanjang kelelahan tapi matanya nyalang menatap
kejauhan (seperti bahumu yang memendam beban dengan
tabah tanpa kenal lelah)
yang lewat di belakang ayunmu ke depan,
juga menjaga mimpi-mimpi yang tidur bersama puisi-puisi
yang kukubur dan selalu ingin kujenguk setiap kali kupeluk
kau ke dalam lengan-lenganku yang rindu
lalu merebahkan kepalaku
sembari mengecup ranum harum tengkukmu
Beautiful...
ReplyDelete