Monday, May 26, 2008
Tut Tut Tut Tut Tut
nguk jek ejes
hambar berangkat kecewa
tek etek tek etek tek etek
rel yang mengiba
ah asapnya legam sekali
berisik pula
jhess
nguk jes ejes
tak ada yang tersisa
tek etek tek etek tek etek
gerbongnya berat terseret
tut tut tut tak ada yang peduli
menggaung sendiri
jhess
Aku Rindu
aku rindu
tetes hujan yang membening di matamu seperti
cermin waktu menghisapku memandang ke dalam situ
mencari-cari sesuatu yang tak ada padaku dan tersimpan di
dirimu. mengecupnya seperti menghirup dalam-dalam
kesegaran zaman agar kuterjaga dan tahu bahwa kau ada.
aku rindu
malam-malamku yang tak lagi sembilu karena
pelita juga lentera yang kau pasang di pekarangan waktuku
menjadi terang menyenangkan dan bayang-bayang mereka
menari di ranjangku mengusir sang mimpi buruk pengganggu
beserta nyanyi sumbang nyamuk jalang.
aku rindu
kejutanmu tiap usai lelapku saat pelangi telah kau sematkan
dengan rapi, taman hari menjadi asri lengkap dengan
julur hangat mentari dan aroma wangi bunga yang merekah
senyumnya warna-warni. Burung-burung di dahan-dahan kokohmu
berceloteh tentang negeri-negeri yang kunikmati tanpa takut apa-apa lagi.
aku rindu
merengkuhmu ke dalam pelukku dan memberitahu bahwa
kau segala yang terbaik untukku
Friday, May 23, 2008
Thursday, May 22, 2008
Lelaki Senja
semburatmu memerah ungu
di kelopak waktu
gagah mendepa
ke balik cakrawala
tak padam ku kau
memancar bintang
kerlip
kerlip
senang
kita
menang
berdekap malam ke malam
Bah
sebab remuk kecam
halang sabungan
membersil memang
menjerang desir
rabas habis dalam pundi
kecuali mandau berkilau
sayat urat putus melecut
lenting ke tekak kecut
sebam tertelan
toreh sedalam
memucat sembilu
laik unggas tercabut bulu
berkoak saja
cari iba
bah
Wednesday, May 21, 2008
Happy Cow
go babe
you get it
all the rough nights
n the tears have gone
this is the time
i'd love to be hugging u tight
and swing the joy
for the beauty of the victory
is yours
is yours
Friday, May 16, 2008
Oh la la
jangan berpura-pura padaku
lagu itu
ada di kepalamu
flute baby
suaramu meniup-niup telinga
oh la la
simbol chords berkedip
dari gerak-gerik kuintip
light and funky
itu kamu
ayolah jazzku
aku lirik beku pada angin kayu
di panggung waktu
luruhkan
luruhkan aku
Sword Words
kusarungkan pedangku
menghadap ke bawah
dengan gagah
bukan untuk menyerangmu
atau menakutimu
tapi mengajarkanmu
tentang ketenangan
yang bisa menghujam
sewaktu-waktu
sebelum desingnya
tiba di telinga
bebalmu
Tuesday, May 13, 2008
Lalu Ia Bercerita
Mereka saling menyayangi. Awan selalu menjaganya pagi hingga malam, meski kadang awan berada di tempat yang tinggi sekali.
Seringkali awan begitu terpana mendengar cerita gadis kecil itu sampai ia bersinar-sinar sangat terang sehingga si gadis kecil terlihat berkilau-kilauan tersiram cahaya. Pernah juga gadis kecil itu mengadu dan merasa sangat sedih ketika ia diejek oleh teman-temannya karena tak pernah bisa bermain bersama mereka.
Sebetulnya gadis kecil itu sangat ingin bermain dengan teman-temannya, tapi ia harus membantu ibunya yang sakit-sakitan untuk mengurus rumah sehingga tak punya waktu untuk bermain. Satu-satunya sahabatnya adalah awan, yang selalu menemaninya meski ketika ia sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, membantu ibunya.
Suatu hari Ibu gadis kecil itu berkemas-kemas dan si gadis kecil bertanya kemana ia akan pergi. Ibunya hanya menjawab bahwa ia harus pergi karena sudah waktunya. Ia juga tak boleh mengajak si gadis kecil karena belum waktunya bagi si gadis kecil untuk pergi. Pada senja hari ketika gadis kecil itu baru saja selesai mandi, ia mendapati bahwa ibunya telah benar-benar pergi dan hanya meninggalkan sepi yang didekap erat-erat oleh si gadis kecil yang mulai menangis, mula-mula pelan lalu tersedu-sedu memilukan.
Awan sahabatnya datang dan mulai menghiburnya. Awan menceritakan kehidupannya di langit. Tentang bintang-bintang yang nakal dan perahu bulan yang berlayar membawa mimpi-mimpi. Tentang pasukan hujan yang sering berkelahi berebut tempat di bumi sehingga kedatangan mereka sering terdengar gaduh sekali. Tentang petir yang suka bercanda sambil melecut-lecutkan ekornya.
Gadis kecil itu mendengarkan cerita awan sampai tertidur sambil memeluk sepi yang ditinggalkan ibunya. Melihat itu, awan bertambah pilu, demikian muramnya hingga warnanya menjadi gelap kehitam-hitaman. Awan berjanji pada dirinya sendiri tak akan pernah meninggalkan sahabatnya dan akan selalu menghiburnya.
Keesokan harinya ketika gadis kecil itu membuka jendela dan pintu rumahnya, ia melihat awan melebar di sekeliling rumahnya, memeluknya dengan lembut. Gadis kecil itu tertegun dan bertanya mengapa awan mengelilingi rumahnya. Awan hanya berkata ia tak sanggup meninggalkan sahabatnya dalam duka, ia mengajak gadis kecil untuk tinggal bersamanya.
Benarkah?
Gadis kecil itu menghambur menuju awan di depan pintunya dan langsung memeluknya, membenamkan diri ke pelukan lembutnya. Seketika terdengar bunyi ledakan yang sangat kuat lalu dari rumah gadis kecil itu memancarlah cahaya warna-warni yang terang sekali. Kejadiannya begitu cepat dan ketika semua reda,
awan, gadis kecil itu beserta rumahnya lenyap,
tinggal sepotong sepi tergeletak di atas jejak-jejaknya.
--
life, what is it but a dream?
-LC-
Monday, May 12, 2008
Really
i could'nt see
anything but
me
tired of the clattering
bullshit
around the dribble
of my patience
since long
long
time ago
look!
u're floundering
in the flume of ur
own
reproachful
brain
: mind ur P's and Q's
Aku Mengetahuinya
mereka jatuh cinta
aku mengetahuinya dari binar rumput
berkaca-kaca saat matahari datang
pagi-pagi sekali ke ranjang bunganya
waktu itu bulan berpura-pura lupa siapa
ketika mereka bersembunyi berciuman di belakangnya
begitu gaduh sampai bintang-bintang jatuh
melayari samudra awan
dengan perahu bersayap elang
mengunjungi rumah hujan
pondok kecil yang tenang
rintik-rintik yang lelap
mereka jatuh cinta
meski petir mengancam
akan merobek-robek langitnya
tak pernah mampu membinasakan
aku mengetahuinya dari keriput bahagia
genggam tangan kokoh mereka
berzaman-zaman berikutnya
Off
kau
sangat
mengganggu
dengan
letup
letup
konyolmu
yang tak
perlu
itu
dan
aku
enggan
mendidih
karena
telah
beku
oleh
menyebalkannya
panasmu
Friday, May 9, 2008
Clandenstine
iklan viagra menyeronok inbox. bersamaan guru besar diskusi bambu. akses ke bandara yang tak boleh menentang alam. terengah menyeret matahari ke dasar samudera. geliang geliut. resek sendiri sampai kisut. orang tua tertawa dengan gaibnya. kebangkitan nasional kita seratus tahun, siapa bilang? berkacalah pada selangkang sejarah. belajar menghapus darah. astaga. kelakuan seperti sampah. puisi menyamar spam. labirin si pan. bloody creepy tale. lebih baik bermain kata dengan vokal dobel. oh interloper. di pesisir rambut cengkeh terkekeh. berbarzanji menyodok apologi. klank! itu bunyi dengkang di cangkang lengang. yah kosong. baca dong. undo. dia orang cukchi. melacak jejak kaki pada salju kelu. sibirskiy haski matamu seksi. jubah hitam di tangga kastil. sepotong tongkat sihir. dunia ini maya. kau bisa jadi apa saja. kalo tak suka aku bisa delete sesukanya. toh.
Begitu Herannya Kami
karena ia katakan:
tuan puan budiman,
hamba hanyalah seorang pencuri rendahan
dengan resiko dihajar babak belur nyaris mati
dan sudah terjadi berkali-kali
hamba tetaplah seorang pencuri
ketahuilah tuan puan,
otah hati hamba tak berkecukupan, kurang gizi
maka hamba mencuri sedikit hingga banyak sekali
hanya agar dihargai mendapat puji
juga perhatian dari yang sangat hamba cintai
dengan bebal sampai membuat tuan puan sebal
tuan puan bukan satu-satunya,
yang sering hamba satroni rumah sajaknya
jika tuan puan marah hamba pasrah
karena hasil curian sungguh menyenangkan
dibanding tak punya apa-apa buat menuai kekaguman
seringkali hamba coba jadi agamis
tapi hamba terlanjur amis
bodoh dan menjengkelkan
di mata tuan puan
pula hamba mendamba jadi pujangga kaya
setara dengan tuan puan sekalian
bersyair mewah, memukau gagah
bisa berpongah merasa jaya
tetapi tuan puan budiman,
hamba memanglah seorang pencuri rendahan
dengan resiko dihajar babak belur nyaris mati
dan sudah terjadi berkali-kali
hamba tetaplah seorang pencuri
Tuesday, May 6, 2008
Mewayang Bayang
jangan menyerah sukra meski tungkaimu tak sempurna
kilat melesat itu pertanda lakon kita dibuka
gunungan yang bergetar
bayang-bayang kita gemetar membesar
picing matamu pantul cahaya pelita
terangi orang tua-tua bersila menunggu kita
menunggu kita sukra
kalau kau takut, cerita ini tak bisa runut
kau cenung semua jadi tanggung
ayolah sukra
tembang yang dilantunkan itu untuk kita
layar telah menyala
lihat betapa gagahnya kau sukra
penonton itu cuma patung
kitalah wayang di atas panggung
beranjaklah
kau akan pulang dengan meriah
Kupu-kupu
/1/
kupu-kupu
/2/
batu
/3/
sendu
Karem
haruskah lagi bernyanyi tentang kerendahan hati
yang diajarkan batang-batang padi
agar telapakmu tak sembarang
menginjak pematang
angkuhmu merak kabur warna-warni bulu
sama mengganggunya dengan debu yang
beterbangan ketika kau kebas pongahmu
mencari perhatian
di balik pagar kawat itu kau berkoak
mengubur dalam-dalam ketakutan kesalahanmu
dalam jerit biar yakin lantangmu berarti benar
oh kandang yang sempit
unggas malang
kepalamu jadi mahkota bagi para penari
melenggok kesana-kemari
berat oleh kepura-puraan
dunia yang kau rekayasa sendiri
dan kami hanya bisa menontonmu
cinta sekaligus iba diri
oh
Monday, May 5, 2008
Merampas Yang Terenggut
Seperti berjalan di atas kabut lukisan lekuk tubuh.
Kosong yang telanjang menebalkan gigil rindu.
Engkau kukuh membentang jadi jembatan di menit-menit
ingatan tentang harapan. Tentang kesepakatan yang
pernah membuat kaki melepuh lalu mengaduh pada
jalan kita tempuh. Tiap terjatuh, tanganmu setia melipur lara
membasuhnya dengan suka.
Seperti kehilangan seimbang. Lamat-lamat limbung jadi amat
menyenangkan bagai anak kecil berlarian di kebun belakang
menciptakan taman impian buat alas tidurnya. Melayang-layang
di atas permadani jingga menciumi harum bintang dan bercanda
dengan bulan. Engkau penjaga musim yang selalu melamakan yang
terindah biar kunikmati sepuasnya.
Seperti malu merunduk ketika tatapan bersembunyi di balik lembut
bulu-bulu mata panjang itu. Siapa yang menggariskan sejarah?
Tiap kali berkedip sosokmu berubah menjadi mirip wajah-
wajah tak bernama yang begitu kukenal, yang teramat dekat.
Kita pernah bertemu suatu waktu sebelum menjejak bumi. Barangkali.
Seperti kadang-kadang beterbangan lebah banyak
bicara saat kita bunga. Keindahan tumbuh dari biji menguat
batang berdaun mewarna menjulang anggun berayun menebarkan
pesona. Jika ada hinggap kaki-kaki berduri ke penampangmu atau
pantat tajam menyuntik ke dalam putik relakanlah.
Nektar yang manis menghidupi anak cucu mereka.
Menjaga seimbangnya semesta.
Seperti merampas yang terenggut. Kita saling meminta,
memberi dan merindukan
lagi, lagi, lagi.
Friday, May 2, 2008
Thus
bagaimana bisa tidak menulis puisi
kalau tangan jalan sendiri mata lari-lari
pikiran keluar masuk mimpi seperti percik api
di keramaian gerak yang oh so sepi?
kamu datang pakai baju biru
kulitmu selembut beludru bolehkah kucumbu
i'm not quite sure katamu
waktu aku mematikan lampu
matamu menyala seperti kamera
merekam apa saja kumau menontonnya
tapi bateraimu drop sampai gulita
saling meraba kita seperti buta
i'm sweating coz u're hot bisikmu
membuat sesuatu yang jauh di dalam sajakku
bergetar hebat menggeser waktu
i want u, i want u so bad kataku