Sunday, September 26, 2010
cerobong awan
hujan jatuh, terpeleset di lantai langit
berhamburan dalam tulisan
halamanku dibasahi matahari malam
sembap dan acak-acakan
kulepas rinduku pada bibirmu yang kejam
mengasah lembut bicaraku di lidahmu tajam
kita melubangi bulan, merakitnya jadi layang-layang
betapa senangnya, laut beterbangan
tapi kau mengikat kakiku sampai terpejam
kuberitahu, mereka merangkak di kelambu tidurmu
tubuh-tubuh perempuan bermekaran
di musim ingatan
bisa kau kasih tahu yang mana aku?
jejak-jejak pasir itu hantu
tanganku buta meraba-raba masa
siapa saja yang di sana
lalu kau nyalakan petir dengan ragu-ragu
dan kusisir remah-remah sinar di rambutku
Thursday, September 23, 2010
maze
aku melihatnya di sebuah kafe sedang melihat sesosok laki-laki berdiri membelakangi etalase melihat sebuah baliho di seberang jalan bergambar perempuan kurus yang melihat seorang anak kecil berpita merah terjuntai yang melihat televisi berwarna dan seekor anjing putih di sebelahnya yang melihat seekor kucing gemuk oranye yang melihat seekor burung hitam di atas gedung cokelat tua yang melihat mata langit abu-abu yang menangis ke dalam mataku yang melihatnya
dekut tersamar
kaus kaki garis-garis plus tengkorak kecil berwarna pink
di dalam ember plastik mengapung di lautan matanya
dunia permen dengan pulau-pulau bahasa
(bunga api! kembang kata!)
aku menembus lapisan cermin lagu demi lagu
terbangun beberapa kali untuk memastikan aku sudah
memadamkan telinga
burung hitam beterbangan di pecahan cahaya matahari
bunyinya seperti kepak biola bergema
dari dalam kamar mandi
mengayun langkahku ke alamat baru, sebuah kastil kertas
dari guntingan koran dan tabung televisi bekas
dia biasa saja
tapi pintar sekali
aku hanya terpesona
tapi mencari-cari cara mengejeknya
Thursday, September 16, 2010
Thursday, September 9, 2010
Aku baru saja membaca puisi indah sekali
diterjemahkan dengan kepandaian dan hati
oleh sepasang suami istri.
Diantara ledakan petasan mengakhiri ramadhan,
kamarku yang sempit terasa melebar
menjadi pulau kecil mengapung sendiri
dihiasi pepohon rindang, pasir putih bibir pantainya,
satu perahu tua tertambat di tepiannya dan camar-camar
bersahutan, para pujangga samudera.
Rasanya segala kekurangan adalah kecantikan
terpendam. Kecewa yang teredam
seperti matahari tenggelam. Bara panasnya meleleh
di ujung cakrawala, ditelan laut senja.
Aku membayangkan tahun-tahun silam
sebelum kelahiranku
kenangan masa lajang ayah ibu
yang terbawa dalam nadiku
hilang muncul dalam mimpiku.
Aku memungut gema perasaan
dari jejak puisi terjemahan
yang kubaca di malam takbiran.
Tuesday, September 7, 2010
lalu -terpenggal- bercerita
dahulu kala ada seorang gadis kecil
-ter
peng
gal-
terlihat berkilau-kilauan tersiram cahaya
-ter
peng
gal-
sahabatnya adalah awan yang selalu
-ter
peng
gal-
sepi yang didekap erat-erat oleh si
-ter
peng
gal-
sambil melecut-lecutkan ekornya
-ter
peng
gal-
warnanya menjadi gelap kehitam-hitaman
-ter
peng
gal-
Benarkah?
-ter
peng
gal-
terdengar bunyi ledakan
-ter
peng
gal-
sepi tergeletak di
Subscribe to:
Posts (Atom)