skip to main |
skip to sidebar
aku tak hendak mencorat-coreti tubuhku dengan sepikarena kau garuk kerongkonganku dengan cakar kalimatmuyang tumpul dan menggugurkan kemarahan yang tak lagi berartitelah kusimpan lelehan matahari dan memendarkannyadi malam-malam tak berbintang sebagai tanda bahwacahayaku tak bisa sirna meski kau coba menimbunnya denganmembalik bola duniakini di dalam nebula naga aku menunggu sajakeseimbangan yang kuidamkantiba dalam damainya semesta yang adiltanpa sorak sorai ledakan di angkasa sementara kau mengambang dan menelan segalayang fana
ramalan teh bunga cangkirmembuatnya tersihirdan jatuh cinta pada bulankarena perahunya jelajahi lautan hujanjauh di kedalamannyaia kecap kenangan manispada tiap lapis permen gerimissetiap kata adalah doadari gerbang bibirnyateruntai tuturan elokmelebur di udara
derit kursi mencairkan waktuyang membeku. sama ketika kau nyanyikan lagu tentang hari-hari yang bukan milikku sambil menggulungku dalamgelembung sendu. menggelinding jauh ke masa
kala dunia adalah taman yang sempurna
dan kutanggalkan sayapku demi menghirup udaranya. lalu lagumu usai dan gelembungnya terburaimenjadi pasukan gerimis yang berbarismenjatuhkan diri satu per satudari pintu mataku
cemas selalu mengajak bergegastangis yang tertinggal di pintu pagikarena malam meninggalkannya pergisetibanya di bandara berikutnyalagu yang sama akan kita ulangsepanjang hariseperti ada yang selalu hilangdan ingin kita temukan lagideru pesawat menebarkan rindu yang tersendatditandai sayup tangan terlambaikita sering lupabahwamalam yang pergitetap akan kembali