skip to main |
skip to sidebar
pada kematian raga dan perginya jiwayang menyisakan jejak kehilangan teramat kelam baru kau akan paham rasanya disergap kesepiandari sorot-sorot mata yang beranjak padam derak ranting belantara resah menjeratmu dalamkepedihan tak teraba dan rasa nyeri yang datang tiba-tiba menembus dasar dada sepertitangis pecah dari langit terluka air mata punya dua kaki yang suka sekali berjalan dalam sepilangkahnya mengikis keteguhan bumi jiwa kokoh berdiri dengan dinding-dinding berlengan yang menjulurke ujung lidah matahari untuk menenangkan diri setiap kali gelap datang mengunjungitentu saja kita semua mencari bahagia
memeluknya kuat-kuat saat kita punya
dan tak ingin melepasnya selama-lamanya sayang mereka cuma angin yang membungkusmu lembut sedemikian rupa sampai kau terpejam hanyut di laut rasa
tapi ketika kau buka mata mereka berlalu bersama waktu
hingga hanya kenanganmu dan cuma kenanganmu yang mengabadikannya dalam segala usaha mengingat dan menyimpan diam-diamdi dalam lemari benakmu yang rahasia
di luar sana berdiam diri putih saljulatar pengantar angan yangterbang lamun jauh sekalidi ujung tahun kita kiniapa yang sudah kita lalui?di gigil hidung uap kopi menari-naritak ada yang disesalisemua penuh cerita sarat maknakaca dibukaangin dingin bekukan mukadi ujung tahun kita kinisampai ketika salju-salju itu pergibaru kita tahuhadiah tahun baruyang sudah menunggusepenuh rindu
penyair sedang berkunjung ke negeri tetanggasilahkan menikmati hidangan puisi yang adaboleh juga meninggalkan jejak aksarasepulangnya dari sana, ia akan membawakan kitaoleh-oleh kata yang segar, sesegar semangat andasalam syair
kami diajarkan untuk tidak menunggu kejutan yang kami harapkan karena hanya berakhir kekecewaan yang jauh dari kesenangankami tak pernah tahuapakah daun yang jatuh membenci anginkami tak pernah tahuapakah awan mencintai bumijiwa bisa saja sekokoh akar beringin,menjalar merajai permukaan sampai kedalamantanah yang dicengkeramnyatapi ada kala jantung berdering keras sekalisampai seperti hendak lari meninggalkan dada kamisaat gaung malam melengangcukuplah sorot mata beranimenerangi ruang-ruang yang gelap sepidengan kemenangannya yang rendah hati