Wednesday, September 28, 2011

Ia melukis malam


Ia melukis malam di kepalaku. Lautan bergelombang,

hamparan bintang, kapal terapung sendirian, kerlip lampunya
menari pelan, samar layar bergambar bulan
dan kecipak air tak berkesudahan.
Aku dimintanya memberi nyanyian pengantar

dengan musik dan lirik yang puitik.

Aku menghembuskan angin kelu, suara sendu yang tersebar
dari nafasku yang tergetar kaku.
Lalu ia membelai rambutku, mengecup dahiku.
Dan nyanyian itu datang dari kedalaman temaram.
Melantunkan orkestra rahasia
catatan kitab-kitab purba. Megah dan tabah.

Ketika ia menatap teduh ke dalam mataku,
nyanyian pengantarnya mengalun jauh tak tersentuh,
lukisan malamnya meremang
meninggalkan rasa tenang yang lengang.

Friday, September 16, 2011

Pentas Satir Aemilia



Kau yang telah membaca Hortensius karya Cicero,
matamu belum dicongkel keluar dan masih bisa
melihat salju jatuh ke istana istana kekaisaran.

Plaudite!
walaupun kau membuatku mual,
aku harus menerima bahwa keadilan hanya ada
diantara orang orang yang sederajat.
Oleum et operam perdidi. Oh Plautus,
aku telah menumpahkan minyak dan usahaku.

Hatiku menderita rasa sakit yang sama saat suatu malam
kau datang bawa jiwa tercabik berdarah yang tak mampu
lagi bertahan dalam dirimu. Sayang, kedamaian yang jiwamu cari
tak berada dalam buku buku atau jalinan syair tentang keabadian.

Seperti Icarus, kau terbang naik dengan cepat lalu
terjatuh dengan sayap sayap terbakar matahari.
Furor poeticus, kau barangkali telah tersesat
dalam ratapanmu sendiri.

Inilah dunia, Aurel!
Begitu sedikit pengetahuan yang kita tahu tentangnya
sementara hidup ini begitu singkat.
Apabila tragedi telah berakhir,
yang tersisa hanyalah drama satir.

si tacuisses, philosophus mansisses

Demikianlah,
di bawah pohon ara ini
kumaklumi
bahwa kau pasti
benar benar lelah


January, 2007

Wednesday, September 14, 2011

bukan untukmu


karena kau tak peduli

dan aku berjalan sendiri

dalam lift


*ting*


ia menaiki lantai-lantai ingatannya sendiri

gitar teronggok di kamar, nyaris menua di masa remajanya
rasa malu yang tak perlu di antara potongan kalender
menempel tak rata di sekujur dinding
masa depan yang jauh dari bening

angkotnya bernama daihatsu
oranye dan bau
melintasi kota yang
populasi penduduknya didominasi nyamuk
serta keringat buruh desa
bersepeda pulang kerja

ia suka bernyanyi
meneriakkan tanda tanya
atas dunia
sebatas pemahamannya
berharap seseorang mendengar
dari ketinggian mega-mega lebar

kelebat gambar-gambar potretan mata hatinya
angin dingin di wajahnya
bunga-bunga masa kecilnya
air mata di lengan bajunya
warna sapu tangan ibunya
senyum ayahnya dalam pigura
ledak kesedihan di dadanya

pada kaca terpantul ditatapnya
usia

*ting*

pintu lift terbuka
ingatannya terlipat begitu saja
menjadi pesawat kertas
melesat lepas

keluar gedung-gedung
ke balik langit mendung

Tuesday, September 6, 2011

a.k.u.


aku matahari

menjilatmu dengan sinar
memanggangmu di panas rindu
membakar gairahmu berdebar

aku kapal
melayari tubuhmu ranum
gelombangmu mengalun
mereguk birumu tak berujung

aku lagu
membawamu jauh ke tempat tak tersentuh
mengaliri darahmu irama teduh
merengkuhmu sungguh

aku angin
membisikkan pesan dalam dingin
mendesirkanmu ingin

Monday, September 5, 2011

tak pasti


jadi kubiarkan kau

menjelma puisi