skip to main |
skip to sidebar
It was almost dark that day.
I remember the wind touched my hair softly like unseen fingers.
My chest was heavy with uneasy air. I was alone.
Few seconds later my feet brought me
to the quiet road, approaching a small, narrow kiosk.
There I bought it. A pack of kretek.
2 3 4
I choked. Yes, it tasted terrible for my first time.
Did not know how to do it like everyone else.
I pictured the smoke went down through the tunnel
in my throat and carried all the heavy air
from the depth of my chest like an air balloon
that slowly flew out of my nostrils.
p
u
f
f
.
.
.
.
A strange relief.
Under the banyan tree. My soul was in pieces,
like tobacco inside a cigarette wrapper,
and life was a combination of bizarre sauces
that mixed with everything in it.
Awkward.
I lit it,
inhaled it
and let the smoke out.
p
u
f
f
.
.
.
.
Wish I had wings to fly through the smoke.
But I had not.
aku ingat bau parfummu yang menghibur penatku di selembar siang yang transparan yang nyaris telanjang dan cemburu adalah bayang-bayang panjang timbul tenggelam sampai matahari terbenam sampai malam menghadiahimu pelangi dengan bintang-bintang menjadi peri masing-masing menabur serbuk sari begitu wangi hingga kau merasa seksi dan berputar menari seperti merayakan musim semi diantara bunga-bunga ilusi lalu kakiku tak tahan untuk diam berdiri karena kukumpulkan nyali seperti belajar melangkah pertama kali menjejak udara dan terbang tinggi tinggi sekali aku tak tahu berapa lama waktu berlalu dan aku tak peduli karena yang kutahu aku selalu terbangun dalam pelukmu dengan rasa bahagia tanpa bosan-bosannya
sebut lagi namakuseperti sedap yang lumer di bibirmudan kau sesapnikmathidupku seperti selembar kertas putihdan kau melukis warnadi atasnyabiar mereka jadi cemburumelihat caramu menatapku melihatku menginginkanmu

memandang perahu harap
yang berlayar
di laut mimpi
pada tepiannya
aku berdiri
memandang jauh
dengan rasa hati
kecil sekali
gemuruh itukeluh tak terbahasakanberdebur-debur seperti menguji apakah aku akan mengarung lagiatau terus saja berdiri
di tepian ini

kukasih tahu ya, kamu itu a pain in the neck!
merepotkan, menyebalkan, menjengkelkan
mandiri dong please
mau meledak rasanya
tiap teringat angka hidupmu tidak sama
dengan tingkah laku dan cara berpikirmu
ampun,
mau jadi apa kamu kalau cuma
MENGELUH
tanpa melakukan apa-apa
dan minta ditolong terus
capek dengarnya
capek lihatnya
CAPEK !
lelah bergumul dengan pagimenjaganya agar jangan menyerahdan tak pedulipada mimpi yang terus menuntut untuk jadikenyataan yang melegakan: sebab kesabaran pergi bersama air mata terakhir yang menguap dini hari
karena udaramenyimpan maknakarena satiradalah tanda lahirtak ada kuasamenghilangkannyakarena aroma rokokatau yang dianggap pokokmengaburkan fakta(di kepala siapa?) karena hujanderas di dadasedang mataharitelah lama sembunyikarena kopitak mampu menengahisekedar mimpipenuh basa-basikarena bahasabisa bahaya karena kita seharusnyabisa menghias aksara dan menggunakannya dengan bijaksana karena kadangkala mereka adalah doakarena fantasimudah dikira nyatakarena kita tidak bermaindengan memaafkan kata-kata karena air matamungkin cuma properti dramakarena kau telah membakarrumah yang lama bersabarmenampung segalamu yang kasarkarena waktunya akan tibaketika kau harus binasaoleh apiyang kau nyalakan sendiri
kudengar ia meraung (mungkin lantun) doayang menyayat-nyayat udara sampai langitseperti tercabik juga awan-awan bergetardan merekah bagai lukisan basah lalu turun tangis surga,gerimis dari angkasasementaradalam hitamkita terhisap jauh ke dalamdiri yang teramat lengangbak gelembung perasaan keciltipis, beningmelayangrapuhmudah pecah terburai bilatersentuh