Tuesday, December 15, 2009

b.u.n.g.k.a.m.





pada kematian raga dan perginya jiwa

yang menyisakan jejak kehilangan teramat kelam
baru kau akan paham rasanya disergap kesepian
dari sorot-sorot mata yang beranjak padam

derak ranting belantara resah menjeratmu dalam
kepedihan tak teraba dan rasa nyeri yang
datang tiba-tiba menembus dasar dada seperti
tangis pecah dari langit terluka


air mata punya dua kaki yang suka sekali berjalan dalam sepi
langkahnya mengikis keteguhan bumi jiwa kokoh berdiri
dengan dinding-dinding berlengan yang menjulur
ke ujung lidah matahari untuk menenangkan diri
setiap kali gelap datang mengunjungi


tentu saja kita semua mencari bahagia
memeluknya kuat-kuat saat kita punya
dan tak ingin melepasnya selama-lamanya


sayang mereka cuma angin yang membungkusmu lembut
sedemikian rupa sampai kau terpejam hanyut
di laut rasa
tapi ketika kau buka mata mereka berlalu

bersama waktu
hingga hanya kenanganmu dan cuma kenanganmu


yang mengabadikannya dalam segala usaha mengingat
dan menyimpan diam-diam
di dalam lemari benakmu yang rahasia








Friday, December 11, 2009

seteguk kopi dan hawa dingin yang pagi sekali





di luar sana berdiam diri putih salju
latar pengantar angan yang
terbang lamun jauh sekali

di ujung tahun kita kini
apa yang sudah kita lalui?

di gigil hidung uap kopi menari-nari

tak ada yang disesali
semua penuh cerita sarat makna

kaca dibuka
angin dingin bekukan muka

di ujung tahun kita kini

sampai ketika salju-salju itu pergi

baru kita tahu
hadiah tahun baru
yang sudah menunggu

sepenuh rindu

Friday, December 4, 2009

pesan


penyair sedang berkunjung ke negeri tetangga

silahkan menikmati hidangan puisi yang ada
boleh juga meninggalkan jejak aksara


sepulangnya dari sana, ia akan membawakan kita
oleh-oleh kata yang segar, sesegar semangat anda

salam syair

Wednesday, December 2, 2009

Honour



kami diajarkan untuk tidak menunggu kejutan yang kami harapkan
karena hanya berakhir kekecewaan yang jauh dari kesenangan

kami tak pernah tahu
apakah daun yang jatuh membenci angin

kami tak pernah tahu
apakah awan mencintai bumi

jiwa bisa saja sekokoh akar beringin,
menjalar merajai permukaan sampai kedalaman
tanah yang dicengkeramnya

tapi ada kala jantung berdering keras sekali
sampai seperti hendak lari meninggalkan dada kami

saat gaung malam melengang
cukuplah sorot mata berani
menerangi ruang-ruang yang gelap sepi
dengan kemenangannya yang rendah hati