Wednesday, January 30, 2008

Sempurna


malam itu aku bermimpi,
melacak jejak yang berakhir di mulut jalan

jalan sunyi seorang lelaki yang tak pernah singgah

dari tempat duduknya pada suatu bangku reyot
di ujung taman di bawah lampu temaram

malam itu kau tahu,
ternyata pertapa yang dulu kau ceritakan padaku

telah melahap semua aksara yang dipunya lelaki itu

hanya karena
pesona kesedihannya sungguh sempurna



Ygy, 18 April 2007

Tuesday, January 29, 2008

Tentang Waktu



setelah mencuri detik yang berusaha kukumpulkan dari hari ke hari, aku menyerah. perasaanku seperti menatap kartu pos yang dikirim dari Santa Barbara dan lalu menerawang menembus foto yang terpampang disitu, menembus tembok ruangan disekitarku, menembus eternit, menembus udara tak terlihat dan asik dengan gambaran kota di kepalaku. lalu jika kau bertanya seperti apa kota itu maka kujawab tak tergambarkan demi mempermudahmu menggambarkannya.


gelisahku yang mengendap-endap seperti pencuri suka bersembunyi di tirai hari dan seringkali ketika lengahku ia mencopet detik curian yang telah kusimpan (dan kurasa dengan rapi) kusembunyikan di balik kelopak mataku. rasanya? wah, rasanya aku ingin menjadi eight ball yang menyumpahserapahi kangen band dan mengawalinya dengan jeduk-jeduk di sela-sela lirik: kuingin kau mengerti... dan mulai menyanyi.

sisa waktu yang masih bisa kuamankan pun menguap serta tak tahan cemburu melihat pemuda seumuranku kelahiran Jerusalem kuliah di Stanford itu datang terburu-buru dan bilang : could you give me some time? semudah mengedipkan sebelah mata hatiku berteriak : tidak! some time yang kupunya hanya buat kamu, yang selalu kehabisan waktu, yang membuatku ingin bernegosiasi dengan bumi, bulan dan matahari biar satu hari terdiri dari empatpuluhdelapan jam. biar ada lebih waktu buat sendiri, berdua, bertiga, berempat, berbanyak, belajar, bermain, bercinta, bercanda, berbicara, bermesra, berlain-lain dan tetap muda tentu saja.

kukira waktu akan terasa seperti berhenti ketika kau dan aku berdiri di antara hujan salju. kita melihat butiran laksana kapas itu jatuh pelan-pelan ke rambutmu, ke hidungmu, ke bulu matamu, ke mantelmu, ke takjubku, ke ranting-ranting tak berdaun, ke atap rumah, ke jalan kota di kepalaku yang tak pernah bisa kugambarkan untukmu.


--
life, what is it but a dream?
-Lewis Carroll-

Monday, January 28, 2008

Kamuflase


kenapa bukan narasi
karena yang kupunya cerita sedih

dibalik kata bertumpuk seperti
obral murah di pasar kampung

pulang ke rumah
dan bertengkar lagi dengan sepi

Friday, January 25, 2008

Beri Jalan Buat Malam Datang


beri jalan buat malam datang

meski senja terobek sendu

dan warna tembaga ungu itu

hilang pelan-pelan


kekasih yang menunggu

di pondok kecil dengan malu-malu

menyimpan cinta di pipinya merah semu

berdegup-degup untuk hanya bilang rindu


beri jalan buat malam datang

meski senja masih berdansa

dan langit tanpa cahaya

selain bintang-bintang


012208YGY

So


it was 29 years ago when the little curly baby girl came
screaming to the world
her voice broke into a hundred lights
and they went shining around
and that was the beginning of her stories

Jan 25, 2008

Wednesday, January 23, 2008

Melihat Kisah


ruang icu:
tubuhnya layu, setipis daun kering pilu tertutup selimut warna salju.
infus, selang, tabung oksigen terhubung padanya
seperti dahan dahan perkasa
menopang segala kerapuhan ranting ranting sakitnya.

ambarawa-ungaran:
halo, kami dalam perjalanan. bagaimana keadaannya sekarang?
oke. baik baik disitu yaa, sampai nanti.

ruang icu:
anak lelaki itu menatap bisu ibunya. ia elus tangannya,
ia mainkan jarinya, ia taruh kepala di tepian tempat tidurnya.
sepi.

ungaran-semarang:
gadis kecil itu menerawang keluar jendela mobil. semua terasa lambat.
udara panas. langit pucat. nafas sesak, seperti ada batu yang
makin lama makin besar siap meledak. berapa tahun lagi sampai?
lama sekali. apa kakak menjaga ibu dengan baik,
apa ibu marah aku tak berada disisinya saat ia sakit?
apa keadaan bisa membaik?

ruang icu, rumah sakit semarang:
sprei putih bersih, semua tertata rapi.
suster datang, memanggil anak yang perempuan,
mengajak bicara pelan.
ibunya meninggal siang tadi, saat kakak menjaganya sendiri.

benar benar basah. hujan tumpah dari langit hatinya. ia ingin mengamuk. ia ingin memukul siapa saja agar mereka punya sedih yang sama dengannya. di rumah, gadis kecil itu bertemu kakaknya. tak ada kata. di depan jenazah, jiwa mereka menyerah, tenggelam dalam tangis kehilangan.


ditulis 23 Maret 2007

Tuesday, January 22, 2008

Melankolia Aksara


cahaya lembayung berayun di bayangbayang jatuh pendulum raksasa
ketika waktu melintasi padang visi tanpa janji akan kembali.
harapan bersikukuh dengan mimpimimpi
yang keroncongan minta segera disuapi apa saja,
apa saja atas nama cinta.

cinta, yang mencari seseorang untuk bisa berjalanjalan bersama
di taman hidup. menjadi sahabat, menjadi tua, penuh rasa lega.
kebenaran tak pernah sama bagi tiap tubuh yang melenggang telanjang
di balkon rumah sambil lemparkan tatapan penuh damba tuk kekasih
beraroma kuntum bunga merah jambu pada ranjang romansa.

saat matahari tidur di puncak gunung bersalju itu,
orang orang yang tidak bahagia serta merta serap lelehan sinar emasnya
sebagai keindahan derita gigil senja yang terbungkus melankolia aksara semesta.


Yogya, 21 Feb 2007

Aku Menemanimu


aku menemanimu

di hari-hari tahun yang
berangkat dari pagi
menjadi senja
menjelma
malam

aku menemanimu
menganyam kenangan
sepanjang ingatan kita
ke depan

aku menemanimu
sampai kutangguhkan segala sesuatu
demi lapangku

aku menemanimu
tanpa berharap
apa-apa

selain
kamu

Friday, January 18, 2008

Roald Dahl, Roald Dahl, quite continual


Roald Dahl, Roald Dahl, quite continual

How does your story flow?
"I live with my dream in a high-spirited gleam,
So how in the world to release it from the wallow."


* bemused over Roald Dahl's verse of Mary, Mary, quite contrary*

Thursday, January 17, 2008

Mereka Minta Pelangi


hujan hujan

bertamu di depan kamar

berceloteh tentang
absennya matahari

wajah wajah di bawah payung
dan sisa mendung

kulirik kau mendengkur
di atas tempat tidur

mereka minta pelangi
yang sedang kau lukis dalam mimpi

Yogya, 16 Jan 08

Wednesday, January 16, 2008

Pohon, Kertas, Puisi


Kau tancapkan gigi tajammu ke tubuhku

"lantai surga bersinar keemasan
flute mengalun pelan buka tabir kekekalan"

Berdesing berputar kau sayat cepat daging urat nadiku

"seekor lumba lumba menangis di tengah lautan luas
pasangannya mati bersama turunnya hujan deras"

Kucengkeram tanah, daun daunku gelisah berjatuhan

"tiap warnamu pancarkan cahaya mata kebenaran"

Dalam semakin dalam kudilanda ketakutan

"bayang bayang peri menari bergerak ringan
rambutnya mayang terurai lambai lambai waktu"

Aku limbung, langit diatasku berputar akarku gemetar

"mari, mari,
kita semua diundang masuk ke kerajaannya"

Roboh berdebam yang kuinginkan hanya terpejam

"kalau kau percaya bahwa kebetulan itu tak ada
kita akan berjumpa lagi di zaman berikutnya"

Rapalan purba dalam bahasa moyang
ubah tubuhku jadi lembar lembar kertas putih
kosong dan bersih ...

"mulailah berpuisi"


Yogya, 24 Jan 2007

Tuesday, January 15, 2008

Fine


bahwa aku akan baik-baik saja adalah janjinya


meski kenyataan pernah menamparnya
dan hatinya teriris meluruh gerimis
tangis tipis-tipis

bahwa aku akan baik-baik saja adalah keadaannya

ketika pemberian tanpa permintaan
membuatnya terjaga aman
dengan penyerahan percaya

bahwa aku akan baik-baik saja adalah kenyataannya

setelah ia bebaskan tali temali rumbai
yang mengikat-ikat hatinya
kemudian merasa lega

bahwa aku akan baik-baik saja adalah hadiah untuknya

dari yang berkuasa atas
pilar-pilar jiwa
di hembus nafasnya

Monday, January 14, 2008

Dua Gadis Kesepian


mereka duduk berhadapan. dua gadis kesepian. yang satu menyanyikan daftar penyakit di lembar riwayat hidupnya sambil pura-pura tertawa mengenang ibunya yang pergi setelah 3 tahun terbaring karena kanker leher rahim. yang satu lagi penuh kekikukan mencoba cari seimbang dengan cara sumbang membeberkan betapa dia pernah dikejar ayam, dipatok, tapi merasa ditubruk sepeda. tawa perih di jarak antara keduanya.


mereka tinggal berdampingan. dua gadis kesepian. yang satu membunuh waktu dengan gagah berani, menonton televisi dari pagi sampai pagi lalu merasa kelelahan di akhir minggu karena habis bergulat di kasur menghantam detik dengan sinetron, menikam jam dengan gosip artis, memenggal menit dengan kartun demi kartun, menembaki hari dengan serial hantu. yang satu lagi melahap waktu dengan rakus, memakannya dicampur remah-remah narsis akut di hadapan kaca, sesekali disantapnya keripik detik sambil bergunjing mengenai diri sendiri di depan kamar mandi dan bersendawa menit-menit genit kisah lelaki yang pernah ia pacari.

mereka diam-diam bertengkar. dua gadis kesepian. yang satu merasa satunya terlalu berisik sehingga menusuk-nusuk otak kecilnya dan membuatnya ingin membanting pintu biar si satu itu tau. yang satu lagi merasa satunya seperti orang gila dan seenaknya merasa dunia ada di bawah kuasanya.

mereka tambah kesepian.


F1, petang hari.

Enigma Pagi


malam pergi cepat sekali
langit ini pucat pasi
sembab gerimis sendu
menggugu hari berharu biru


Yogya pagi, 14 Jan 2008

Jerebu'u Suatu Waktu


setelah mencari-cari bau asal usulku yang demikian purba

sepurba usia senja di balik selimut kabut Inerie
kudengarkan bunyi generator jam enam sore
dari dalam pastoran di seberang jalan
mengaum garang tanpa lawan
menjadi bintang bagi mata-mata telanjang
yang siap begadang karena listrik belum juga datang
ke desa ini
ke rumah opa yang nyaman ini
ke kehidupan sebelum hidupku
sendiri

Komm Gib Mir Deine Hand


terlambatlah kau obati masa laluku yang terlanjur bolong-bolong meski kau pemilik ladang kapas tanpa tau apa gunanya di sebuah kecamatan terpencil di belantara Flores barat menuju pantai tujuh belas pulau yang oh Tuhan indahnya benar-benar tak punya padanan kata.


tapi ya, mawar hitam yang kita cari itu memang tak ada. juga aku teringat betapa angkuh modernmu runtuh atau lebih suka kubilang lenyap senyap bagai jiwamu dibekap
tatkala pada tiap tikungan angker nan berdesir hembus angin cerita hantu lokal kita temui patung bunda maria berdiri damai di celah batu dan warna biru gaunnya
memudar oleh waktu.

alpukat, lemon, markisa, bunga mawar, bunga santo yosef, terong isap sungguh mengalami masa jaya di tanah yang tiap berapa tahun sekali dijatuhi hujan es batu yang menurut mitosnya seharusnya turun jadi salju di australia. kelontang, kelotak, tuk, tung, dug, tek etek, kletik, klutuk, pung, pang, deng, tis, begitulah bunyinya --tak cuma tik-tik-tik membosankan-- ramai mengisi telinga kota yang jam tujuh malam seterusnya selalu sudah sepi kecuali ada pesta.

lukaku sudah kering. berhentilah menambal-nambal. jalan di depan sana masih berkelok-kelok, jauh tapi luar biasa menyenangkan. sesekali kita akan berjumpa kuda liar berjalan gontai di antara pohon-pohon palem atau ular belang menggeliat di bebatuan. tapi percayalah kau pasti suka. kita akan dibuat terpana dan gembira karenanya. yuk. mana tanganmu?


Jan 2008

Saturday, January 12, 2008

Pelataran Agung


tiga lelaki paruh baya

bersurjan
sama warna
mengangguk

((( gung )))
dengung magis itu
di telinga pikiranku

wayang, wayang, wayang
lalu tembang-tembang
silang menyilang

berseliweran

((( gung )))
pelataran ini terasa agung
batinku tertenung

tiga lelaki paruh baya
bersurjan
sama warna
mematung


Ngayogyokarto, 4 Nov, 2007

Seperti Selalu Saja


menangkap dongeng

dari guguran bulu mata

membelainya manja

bersama hari yang menua

mencecah pasir

di pantai hati berdesir

meraup gelisah

pada bantal basah

membenamkan wajah

tenggelamkan angan

tanpa bicara

tentang dia

yang merangkai aksara

dari bunga-bunga pikiran

di kepala cerdasnya

menghirup pengetahuan

segarkan paru-paru jiwa

seperti selalu

hembuskan rindu

nyawa setia

selalu saja

terjaga doa

di awal pagi

di akhir malam

di tengah siang

di alun petang

tiap ayun lonceng

berdentang elegan

sebagai dendang

akhir cerita yang tenang

dan menyenangkan


Ygy, 8 Jan 08

Wednesday, January 9, 2008

Fae Eire


saat malam terang

carilah batu berlubang

selayak cerobong peri

kadang menggendong matahari di punggungnya
kadang duduk memancing bintang di perahu bulan
kadang kupu-kupu bersayap menyala

yang bibirnya mengeluarkan gelembung-gelembung
harum aroma dan kerjap debu sihir cinta

mahkluk-mahkluk sunyi
penuh damai
bergerak membelah udara
tanpa suara

setetes air, sebutir pasir
dunia bisikan, rumah magis

oh oh
hatimu laksana taman kembang
darahmu aliran tembang

ketika pelangi mendekatkan
bumi dan langit

begitulah beda kita
dijembatani
dengan warni warna


Jan 2008

Tuesday, January 8, 2008

Kata Kanvas


mulailah!

setelah polos kubentang di hadapmu
rasa percaya

biar kunikmati ayunanmu
sapuan kuasmu
poles garis tetes warna yang kau bubuhkan padaku

caramu menatapku lekat lekat itu
memikat hasrat,
buatku tahan napas kuat kuat

berharap pesona pancar matamu
terpancang erat di tiap urat tubuhku


Yogya, 28 Feb 2007

Extremely Curhits



: prabandari



oho. matamu tertusuk antena televisi. waks! lalu siapa yang akan menghabiskan dua kardus mangga itu. tabung oksigen. ini gara-gara ayam bakar. cuma ayam (!) yang kemudian dilawan meditasi, yang kemudian membuatmu jadi pahlawan ke-dinihari-an. selalu, setiap muntah-muntah kau sigap. semoga kotak teriakmu cepat jadi. bolehlah kau sebut sumur mancur. karena aku tak selalu punya timba. tiba-tiba saja surr..muncrat dan jatuh sekenanya di mana bisa.

tweedledum tweedledee. telepon aku. kutemukan rumah suaramu. bendungan-bendungan biru. pagar penjaga kewarasan. meski sering kejebolan. seperti talang air yang semena-mena mendatangkan armada airnya di kamarmu. saat kau kirim pesan itu aku sedang tertegun di hadapan celana botol vs celana terompet, percayalah, yang kupilih sarung. kotak-kotaknya menyeretku pada esensi gagap angka. terbata-bata (ingat bagaimana ku-eja dua setengah juta?).

trouble one. trouble two.aku masih gemetar bergelayut di temali hari, di antara komplotan pecinta junky merchandise yang buat mataku seperti direndam whiskey. ugh, kurindu bau kopimu menyundul langit-langit hidungku. telingaku masih berburu haec dies quam fecit Domines bukan seberapa pantas bukan gelas-gelas kaca. jelas bukan. semestinya kita duduk bicara hingga kata-kata meluap dan kita tenggelam di dalamnya. sambil tertawa sampai hujan reda.

Jogja, 4 Jan 2008

Monday, January 7, 2008

Demikianlah


terkadang bukan puisi

tapi geretan gambang ilusi
bagai sorak sorai suporter bola
nan kewalahan dieja karena gaduhnya

demikianlah mengapa muntah kata

tatkala kau langit acuh
sementara aku bintang jatuh
melesat luluh menjelma debu
di bumi waktu

demikianlah gelisah itu

sembari meniti tangga hari
sajak bak pegangan di tepi-tepi
agar tak tergelincir
pada tapak getir


demikianlah lerai lirih nyinyir


jogja dini hari 7 Jan 2008

Friday, January 4, 2008

Sejenak


bayangkan tersesat di jalan ingatan

di antara desing sayap lalat mengerubuti
kenangan yang membusuk dan mulai hilang

matahari yang terik seperti tuhan
dari pagi sampai sore hari
memanggang mimpi

di malam hari bintang-bintang adalah malaikat
untuk hati yang seringkali teramat pekat

bisakah kau tenang sejenak?
aku mencari jalan pulang ke diriku sendiri
sekarang

Hampir Sepanjang Hari


gerimis mengetuk genting


suaranya gaduh sekali

padahal aku mau sendiri

menidurkan sepi



Yogya, 4 Januari 2008

Thursday, January 3, 2008

Tiga Haiku



/1/
kelabu dingin benakmu
mari ku dekap
jadi hangat

/2/
kita selusuri arah
kemana matahari
terangi mimpi

/3/
genggam ini
jangan dilepas
meski terhempas

Asap Pipa Perdamaian



.....samudra biru terkantukkantuk terlipur tiupan seruling senja haru yang menjelma tik tik mimpi hujan kecil dalam kalbu rapuh mengarung pelan tanpa tujuan .....

peluk aku malam!
aromamu tangisan elang di cadas bebatuan
samar terdengar sedu sedan pungguk ratapi rembulan.
petipeti harapan terbang ke bintang bintang
bersama jutaan bola api terburai dari asap pipa perdamaian para indian yang tiada harap jawaban karna hewanhewan totem terlalu sibuk percakapkan Tuhan dalam gerak pelan di balik awan. yang tak tahan kan menukik jatuh ke tanah lalu terabaikan.

oh kelam, aku sekarat haus kehangatan.
dinginmu berdiam di poripori setelah ribuan hari berlalu tanpa matahari. barangkali dewadewa penjagaku pingsan kekurangan persembahan. aku lelah melangkah kitari bumi untuk kembali ke tempat yang sama lagi. ini tubuhku perlahan membeku es di ujung ujung daun oak yang layu tertidur pada mata pikiranmu.

...terawang jiwaku berlayar ke negeri hampa daratan jilati langitlangit kegelapan.....


Jogja, 29 Jan 2007

Wednesday, January 2, 2008

Menuju


: melon love



Jalan menanjak, tanpa cahaya. Yang kuingat wajah kita basah. Angin dari utara turun melesak ke dada. Kau di dekapku, gelap. Yang kurasa bukan takut tapi sukacita yang sendu. Kau bertanya apa aku baik-baik saja. Mataku menerobos hitam remang. Bayang-bayang pohon, jalanan, hilang muncul di antara kabut. Sepertinya kita melihat satu dua kerlip lentera. Jauh di atas sana. Aku mulai berceloteh tentang harapan. Gigil telingamu mendengarkan. Yang kau tanyakan justru apa yang berubah, yang menyenangkan. Yang tentang kebersamaan. Ingin kukecup bibir dinginmu, waktu itu.

Lalu kita bertemu terang. Di hangatnya yang nyaman kau bilang kita tak usah pulang. Lagipula, kau rumahku, kemana lagi kumesti menuju. Yang kuingat matamu berair menatapku langsung ke jantung, merengkuh degupnya sedekat seerat yang kau bisa. Ada nyanyian di sana. Tubuhmu terayun, mengalun di iramanya. Satu ransel penuh rencana. Mulai dari naik kereta api ke Skotlandia hingga menghirup udara Canberra. Walau lidah kita belum bisa split seperti mereka, aku percaya kau tetap gagah melangkah ke sana.

Ada gerimis dan embun tipis berbaris turun satu-satu dari langit yang malas. Menggeliat, berliur mimpi dan janji yang musti ditepati. Ayo bergegas, sebelum semua terasa begitu deras.

2 Januari 2008