Friday, October 26, 2007

Bintang Utara

angin barat bergerak di penampang langit tersirap
denting kalbu yang melahap waktu
pada angkasa melayang
nyawa hanya sehelai gamang
tersesat sendirian
dan tak tahu jalan pulang


lalu gugurlah musim

jatuh bersamanya sunyi menyublim
diantara kemilau noktah menjelma dera
mencari dia sang bintang utara
sampai mata mengatup gelap
kalah bersanding tatap
dengan raya semesta


ia begitu sendirian
dan tak tahu jalan pulang
sedang bintang utara cuma nyanyian
pengantar tidur lelahnya
hanya benderang dalam impiannya


2007

Wednesday, October 24, 2007

Waiata


Rekohu. Halimun di atas dataran yang kudatangi.

Ayahku langit, Ibuku bumi. Tujuh puluh bersaudara kami semua.
Aku penguasa hutan, kakakku angin, adikku hujan.


Waiata: andai kubisa bertutur kata


Aoteaora. Di tanah awan putih ini aku mengenang seluruh saudaraku.
Irama kami berpadu. Aku terbiasa mati dan hidup kembali.
Nyawaku berdiam di lumut batu-batu.


Waiata: aku cuma sehelai legenda


Pukeko, yang tak mau kakinya basah hiduplah di rawa-rawa. Pipiwharauroa, yang takkan lagi membangun sarang, bertelurlah di sarang lain. E Tui, di atas kepalaku selamanya, bulu putih akan menjadi tanda pengecut di dadamu. Kiwi, kau kan menjadi yang paling dicintai.


Waiata: adakah puisi yang wangi?


2007

Tuesday, October 23, 2007

Dunia Ini Memang

: Danielle Cemen Prima Vega Ebong Capella Marquez


Dunia ini memang fatamorgana,
seringkali kita tertipu gelora yang melenakan, begitu
kekasihku bilang. Absurd bukan?


Ya, tapi mencintai sepanjang hati,

bagaimana mengukurnya?
Kita selalu saja tiba-tiba sudah patah
ditemukan dalam penyerahan yang pasrah
pada dekapan yang seringkali teramat mahal untuk bisa
kita jamah.


Berdoa saja bukan apa-apa,
hanya sekedar penyegar bagi jiwa yang lelah
juga tubuh yang merenta kesepian parah.
sedang tanpa menunggu, usia tetap saja melaju.


Lalu kenangan,
ketika kau tinggalkan, mereka berdiam di balik helai rambut
ketika kau cari, mereka mengabur di pelupuk mata.


Dunia ini memang terlalu besar buat kita rengkuh seutuhnya
terlalu kecil untuk sembuhkan pedih yang menusuk
terlalu sederhana untuk diisi tak ada apa-apa
terlalu istimewa buat yang biasa

seperti kita


yang berbekal kuas lalu saling melempar warna
pada pintu layar pekan menjelang
saat rindu kita bertaut di salah satu titik kerdil dunia ini.


aku tak sabar menemuimu



Yogya, 23 Okt 2007

Deja Vu Rasa



lelaki berkulit kata

hela nafasnya puisi
denyut jantungnya ilusi


perempuan bermata makna
desir hatinya syair
mimpinya tidur di bibir


kisah mereka sajak-sajak terukir di udara
mataharinya cinta membara
bulannya romansa peristiwa


ranjang mereka samudera bahasa
dari sana lahir anak-anak lirik
yang menyebar mencari kekasih di pantai-pantai puitik



Yogya, 19 Juni 2007



Klik (!)

tangan-tangan membawa serpih jawaban teka-teki
yang dipungut dari tepi, tengah, pinggir, pedalaman hari

klik (!)

ada yang terpasang rapi
ada yang tak cocok sama sekali

jika hidup bisa diputar kembali
mudah sekali menemukan dimana kita dulu berselisih jalan
barangkali


26 July 2007

Saturday, October 20, 2007

Yang Deras Mengetuk


mendung membentang diri sejak pagi dan jarum-jarum gerimis sempat berguguran sedikit seperti membawa teguran langit: hey lihat aku! lalu spontan yang kena tetesannya mendongak ke atas.


oktober belum selesai. tergantung apakah kau menyeret kakimu pelan, lamban, suka-suka, atau, ringan, cepat, tergesa. tapi desember tetap akan tiba tepat pada waktunya karena tak ada rem selain mengakhiri hidupmu dengan mati bosan karena merasa belum melakukan apa-apa.

seperti yang pernah kita baca entah di mana, kebebasan adalah kutukan, sayang. pikiranmu seperti danau jernih di belantara hutan kesadaran. ajaib. bagai sesuatu yang kita lupa tapi tiba-tiba sudah berada di ujung lidah.

sepertinya ada yang deras mengetuk-ketuk atap kenangan kita. masa lalu yang kita rindui, masa kecil yang (seandainya bisa) abadi ...

hujan, kaukah datang?

2007

Wednesday, October 17, 2007

Sketsa-sketsa Tua


sehelai daun kering tertancap paku di pintu kamar

dengan sebaris tulisan: luruh aku di matamu
dari jendela terlihat
sekeranjang buku menunggu
oh, nama-nama yang berisik itu

siang yang silau
bukan waktu menyenangkan untuk mengejar bis
menebak mana copet mana penumpang
menyiapkan recehan untuk pengamen
: begini naaaasib jadi bujangan
teriak sumbang

hotel istana
tempat apa pula ini?
beberapa pemuda bertato, bertindik
mengerubuti perempuan berambut pirang
bukan ainu, bukan maori, bukan tahiti
jelas bukan. juga tatoan

Angele Custos, me semper protege

kusematkan bunga di telinga kiriku
tak ada puisi akhir pekan ini
sebab kata-kata asik berwisata
dan aku sedang enggan
membuntutinya


Yogya, 17 Oktober 2007

*tengadah*



payungi aku
o langit kelabu

kota kartun ini menjelma nyata
di hampar mata

sedang fantasiku tertelan halaman jurnal
yang berlayar di atas perahu lalat
sepanjang sungai Seine


16 Oktober 2007

Tuesday, October 16, 2007

Singapore - San Diego


teknologi.

apakah seumur hidup aku musti begini. klik di sini.
baca baca baca baca baca


kata kunci.
betapa anehnya memesan tempat yang belum pernah
kudatangi sebelumnya. klik di sana.

terka terka terka terka terka


lidah dan ludahku bergumul sendiri. aku bercinta dengan penerjemahku. benarkah dia the bridge over trouble culture? andai bisa kusortir isi kepalanya lewat ciuman bertubi-tubi.


teknologi. kami tak saling kenal tapi berkomunikasi. ah.
barangkali pada tombol-tombol ini jiwa kami mengurai diri. berkelana dalam serpih dugaan yang meninggalkan rasa berantakan di dada, di kepala. realita yang mengering di permukaan bibir.


segelas frappuccino. untuk kuhirup aromanya sambil melayangkan segala iriku pada baris-baris memukau di monitor mata.


kata kunci. apa mungkin: cinta?



16 Oktober 2007

Monday, October 15, 2007

Merindui Matahari



aku menggigil

sepertinya es meluncur di pembuluh darahku
meski mantel bulu ini

membungkusku sampai mata kaki


kerlip lampu
langkah buru-buru
gedung-gedung
meriah jalanan
orang-orang berjubah hitam


aku berhenti
mencari hangat musik
di tepi bayangan pohon plastik
semacam mozaik pada dinding dingin
nyaris beku


negeri yang bukan rumahku
keberadaanku yang semu
sendiri


merindui matahari



Yogya, 11 Oktober 2007

Lantas



: HAKO


lantas riwayat angin menelusup ke telinga pada suatu terik ketika matahari bersembunyi dari tatapanmu. layar yang tersandar di bahu lautan, mengepak pelan membelah kenyataan. kau. yang menemukanku dalam ketersesatan dengan segala luka dan bekas luka juga memar di sekujur sejarahku. kau. yang terkapar lalu bangun lagi. kau tersandung, terjungkal tapi bangkit kembali. sihirnya beku oleh dalam dan dingin rindumu berlapis harapan lembut, terhampar membentang di kelam gelap jaman tapi terbimbing oleh cahaya nyanyian menuju rohku.


kamu serupa langit yang memayungi gelisahku membelainya semilir halus sentuhanmu. kamu merajaiku.


kamu menyulap hujan, merenda warna-warna pada jendela mataku, kamu mengaburkan pandanganku. namun aromamu berdiam di sini, ditubuh ini. yang telah kupakai untuk menuai embun pada kuntum pagi, memercik benderang sisa kejutan yang selalu kau siapkan di balik hari ...



Yogya, 16 Agustus 2007

Mendawai Hujan


mendawai hujan di serambi matamu
nyanyi ini pelangi janji
pada musim yang kau namai semi


Yogya, 28 Agustus 2007

Thursday, October 11, 2007

Anima Animus


anima,
kaki lelaki terjungkal lewati kepala, menjaga rapuhnya kesadaran yang tak kelihatan.
di akhir hari ia sadari, bukan perempuan itu yang ia cintai tapi bayang bayangnya sendiri.

aku lahir dari bintang mati,
androgini yang bersemayam di kedirian

animus,
bau segarnya seperti tanah basah pagi, jalan pembuka terik kehidupan. di sudut ruangan, seorang perempuan berendam angan sambil gumamkan "Adam, bangunlah, aku mencintaimu".


Yogya, 26 Feb 2007

Untuk Kekasihku

Kita duduk di bangku kayu.
Kau dan gurat peradaban berkilauan. Tajam dan dalam.
Seperti slide show melintas bersama cahya matari
menyusup di jendela perpustakaan tua.


Senyummu bak ayun tongkat peri
dan akulah permohonan itu sendiri.
Memercik kita terangi hari-hari.


Di atap perpustakaan itu,
dua ekor burung kuyup diam
menunggu malam datang
bersama dentang jam di sudut jalan.


Hidup ini panjang.
Kau tumbuh menawan. Aku ceria melayang.
Peluk aku saat kita bertemu sayang,
kan kusiramimu hujan rindu

...


Yogya, 11 Oktober 2007

Kepak Tanpa Sayap



kepak
tanpa sayap. perjalanan baru saja dimulai.
bunga-bunga tiarap. ada angin sekujurnya datang membelai.
nanti, di ngarai kematian akan terdengar nyanyian tanpa suara.
hati, hanya di sana kau tau dari mana asalnya itu sayatan nada-nada.


jangan takut
karena petunjuk terpampang di mega-mega.
matamu hanya perlu kejernihan untuk melihatnya.


tanda juga dikirimkan lewat bau tanah
bahwa kita semua pasti musnah
tapi tidak jiwa-jiwa, sayangku
tapi tidak jiwa-jiwa



Yogya, 5 Juli 2007





Fatamorgana



haruskah kucari keelokan pada lukisan romansa di dinding ruangan yang diam?


sedang matamu adalah senja. didalamnya sungai cahaya pancarkan kerjap kilau menyeruak dari legam ilalang bulu matamu, menikam tajam ke ronggarongga hampa dadaku lalu gema pantulannya mengguncang seluruh kedirianku


oh jiwa,


yang membeku selama berdetikdetik waktu serta merta meronta
mendamba teduhnya suasana pada pesona kokoh sosokmu, buatku lupa
siksa kutuk cinta selalu saja memenjarakan kata di setiap tatap pertama

oh rasa,

kagumku tertebas oleh batas jarak tak terlihat yang selalu tiupkan
hembusan angin asing di belantara taman hati bungabungaku yang ingin senantiasa kau
sirami hingga akhirnya jadi layu terlalu lama menunggu karena aku enggan mengakui
bahwa kau hanyalah bagian ilusi fatamorgana jiwaku yang kehausan, sekarat dan tak mau mati


Yogya, 1 Juni 2007

Wednesday, October 10, 2007

Necrology


acung kepalmu pada lengkung langit malam tadi
dan tahukah kau kecemasan yang menjalar di dedaunan berbisikbisik
menutur pilu sedu sedan pada akar-akar dan rerumputan di bawah sana


jika memang tak ada yang pernah adil dalam hidup ini
maka bukanlah kebetulan bahwa kau berlayar di mega-mega ketika
ia menggigil di palung dasar lautan dan mereka mengukur jarak asteroid dengan jari-jarinya


habis sudah dendammu dimakan tekateki tak terpecahkan
tentang anak laki-laki yang berlari keluar dari dalam nebula anak tangga dengan huruf x ditengahnya tiap kali daftar itu kau bacakan dengan lantang pada ikan-ikan yang menggelepar keracunan di aquarium si ahli nujum


yeah,
apalah kita ini,
sekumpulan debu dan gas
bintang-bintang sekarat yang menjelang padam
kecerlangan yang meredup di deret berita kematian
lantas berjatuhan runtuh di bawah gaya gravitasi kita sendiri



Yogya, 31 Oktober 2007

Frey yang Cantik


ayah memetik namanya dari buah hati dewa negeri jauh di utara.
dicintainya anak perempuannya tanpa sebuah ibarat sanggup menggambarkan kasih sayangnya.

baginya ayah adalah dewa penjaga damai, penjaga hujan, penjaga cahaya matahari, penjaga debur lautan, yang menikah dengan dewi cinta, pemelihara tumbuh-tumbuhan dunia: ibunya.

lalu besarlah ia sebagai cahaya terang abadi
dalam gelapnya lukisan mitologi.



Yogya, 28 Juni 2007

Oleh-oleh Angin


Pulang burung terbang ke sarang, dari kerinduan di pantai panjang.
Langit tak bertepi sayang, dia kerajaan sepi.
Panas di dada bukanlah petaka, tapi matangnya rasa.
Jika kau jatuh cinta, tumbuhlah sepanjang pantai beratap hati seluas angkasa raya.

Berpayung awan kita berarak, melukis dinding-dinding mimpi.
Berujung pelukan kita berjarak, menepis gendhing-gendhing sunyi.


Yogya, 12 Juli 2007

Panembrama



: yang kucinta

langitku biru
teramat biru bagi jejak kepakmu


jiwaku laut
layari sejauh kau mampu


hujanmu sendu
menguap aku mengabut kelabu


matamu sauh
tertambat di dasar palungku


Yogya, 2 Agustus 2007

Monday, October 8, 2007

Sederhana



tiap kali memandang matanya
aku seperti sedang bersafari di Afrika, ketika mobil terjebak lumpur, lalu turun dan menjejak kaki pada hamparan indah yang sembunyikan tatap garang singa-singa di balik jenjang rerumputan


panas,
gairahku terbakar merah baju orang-orang Masai, sedang
suara kera mengolok-olokku, bergelantungan di dahan-dahan wangi rambutnya.
rasa dekat yang asing padanya menderaku berlama-lama


tiap kali memandang matanya
bagai kehausan aku berbulan-bulan di sahara, ingin mengecup segar air darinya, terus dan terus. mendamba sekaligus ingin lari jauhinya


terpesona,
ia dan segala sederhananya membuatku demam malam demi malam
karenanya


Yogya, 18 September 2007

Hening

Hening, tergeletak di kejap matanya--seekor burung di ranting berembun; Pada tepi kolam, rumput gemerisik, nafas berat menanggung sunyi. Pada dahan-dahan lembab lahir sesuatu yang asing, terbuang dan terabaikan.
Aku berhembus, ke segala arah yang bisa kujelajahi. Ya.
Para penjaja kala. Mereka terusir dari musim ke musim.
"Pergi!" kata salju musim dingin. Karena kabut menjelang,
benar-benar datang dan seluruh maha putih melapisi bumi, yang sebagian adalah batu, sebagian sisanya ketiadaan batu. Kaburlah waktu. Indah yang begitu hening.

Apa ini akhir? Pun tidak, sebab tak semua abadi melulu. Matahari mengintip, derunya di lubang hidung waktu, mula-mula secercah lalu tumpah cahaya ke segala arah.
Alam yang bangun dari tidur. Menggeliat, bersadar mantap. Terlalu banyak yang berlalu tanpa sempat di pahami.
Seperti hening yang tampil sebagai secuil asteroid teka-teki di halaman belakang pekarangan ilusi. Amati, pungut, biarkan hari melaju dengan pertanyaan dan pengertian-pengertian ....


Yogya, 8 Oktober 2007